Dahlan Iskan Sebut PLN Kurang Welcome ke Investor Green Energy
Mantan menteri BUMN Dahlan Iskan mensinyalir PT PLN (Persero) kurang welcome terhadap investor energi hijau (green energy). Pasalnya, ia menyebut investasi energi hijau, terutama solar cell, bakal menambah kesulitan keuangan perseroan.
Pasalnya, PLN bakal lebih kesulitan karena harus membeli listrik dari investor green energy dengan harga lebih mahal. Selain itu katanya, sikap itu ia duga dilakukan PLN karena green energy belum bisa diandalkan dalam memenuhi beban puncak pemakaian listrik.
"Sudah jadi omongan umum: PLN kurang welcome pada investor green energy. Orang PLN sendiri mendengar omongan negatif seperti itu. Tapi apa hendak di kata: orang PLN lebih membela kelangsungan hidup PLN sendiri dari pada membela investor," ujar dia lewat blog pribadinya, Disway, Rabu (8/12).
Ia menyebut PLN hanya akan menyambut baik energi hijau kalau sumbernya berasal dari air (PLTA) atau panas bumi (geotermal). Masalahnya, tidak ada investor baru untuk geotermal.
Kalau pun ada, menurut Dahlan, harganya pasti selangit. Bahkan lebih mahal 150 persen jika dibandingkan dengan membangun PLTU.
Masalah lainnya dari geotermal adalah lokasi yang besar atau 'gemuk' sudah dikuasai BUMN minyak bumi, PT Pertamina (Persero).
"Untuk geotermal dan PLTA, PLN pasti welcome. Harga listriknya bisa lebih murah dari batu bara. Itu karena geotermal tidak memerlukan bahan bakar. Tidak perlu beli batu bara setiap hari. Bahan bakar geotermal adalah panas gratis dari magma gunung berapi," jelas dia.
Dahlan menilai PLN tidak bisa lagi tutup mata menolak transisi ke energi hijau karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menurunkan titah agar PLN wajib beralih ke green energy.
Ia menduga pemerintah juga sudah tahu kalau energi hijau bakal makin menyulitkan PLN karena hanya akan menambah listrik di siang hari saat perusahaan kelebihan daya. Sementara, di malam hari saat PLN butuh, energi hijau tidak bisa menghasilkan listrik.
Oleh karena itu, Dahlan mengaku turut putar otak mencari solusi. Ia mengklaim ada dua solusi yang bisa diambil.
Pertama, Pertamina harus turun tangan dengan segera mengerjakan seluruh geotermal yang sudah dimiliki.
"Pertamina memang sudah mengerjakan beberapa lokasi, tapi masih ada yang belum. Dari yang belum itu Pertamina bisa menyumbang green energy sekitar 3.000 MW yang tentu akan menguntungkan negara, PLN, dan Pertamina sendiri," beber Dahlan.
Kedua, perlu dibangun biomass khusus dari kelapa sawit. Dahlan menyebut yang jadi tantangan adalah menyatukan seluruh anak buah Jokowi, dari menteri perdagangan, menteri perindustrian, menteri ESDM, hingga menteri keuangan.
Dahlan optimis biomass sawit bisa jadi jawaban karena Indonesia adalah rajanya komoditas ini. Ia mencatat produksi minyak sawit terbesar dunia ada di RI, tak kurang dari 53 juta ton per tahun.
"Tandan sawit bisa dikumpulkan: dijadikan bahan bakar biomass. Pelepah sawit juga bisa dikumpulkan: jadi bahan bakar biomass. Pohon-pohon yang ua bisa ditebang untuk bahan bakar biomass dan yang seksi: cangkang kelapa sawit 'tempurungnya' sawit," terangnya.
Ia menyebut bahwa cangkang sawit mengandung kalori yang sangat tinggi, bisa di atas rata-rata batu bara dan bagus untuk dijadikan bahan bakar biomass.
Teori Dahlan adalah RI bisa punya sekitar 7.000 MW biomass sawit, ditambah 10 ribu MW geotermal Pertamina. Kalau sudah begitu, ia memproyeksikan target pemerintah tercapai dan PLN pun tidak dibuat sulit.
Lihat Juga : |
Tapi, di pihak lain cangkang sawit yang 'seksi' itu sudah jadi rebutan dunia, dari Jepang hingga Eropa. Karena itu, ia menyebut anak buah Jokowi harus kompak. Misal menteri keuangan harus rela kehilangan devisa tambahan dari ekspor cangkang sawit yang nantinya bakal diolah sendiri oleh PLN.
"Memang ada yang aneh di ekspor cangkang itu, Kita ekspor cangkang ke Jepang sebagai bahan bakar, sebaliknya kita impor LNG dari Jepang sebagai bahan bakar dengan harga mahal," imbuhnya.
Menurut Dahlan, RI bisa saja mengurangi impor LNG kalau cangkang dari jutaan hektare sawit bisa menghasilkan listrik di negerinya sendiri. Dengan ide tersebut, sambung Dahlan, PLN tak akan kesulitan lagi, sebaliknya yang sulit adalah koordinasinya.
"Menyambung yang tidak nyambung itu yang sulit, terutama bagi yang tidak mau bekerja keras," tandasnya.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi untuk meminta tanggapan perseroan atas dugaan Dahlan Iskan itu. Namun, hingga berita diturunkan yang bersangkutan belum merespons.