Pemerintah masih akan menerbitkan surat utang senilai Rp157 triliun pada akhir tahun ini. Rencana penerbitan itu sesuai dengan kesepakatan Surat Keputusan Bersama (SKB) III antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) terkait pembagian beban pembiayaan APBN 2021.
"Sisa pengadaan utang tunai adalah tinggal melakukan penerbitan SKB III sebesar Rp157 triliun yang akan kita lakukan di akhir tahun ini," ujar Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kementerian Keuangan Riko Amir di konferensi pers virtual, Senin (13/12).
Kendati begitu, ia mengatakan penerbitan utang sesuai penerbitan SKB III akan disesuaikan dengan strategi optimalisasi yang merujuk pada kebutuhan kas dan koordinasi dengan BI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Riko mengestimasi dengan penerbitan utang tahap akhir dengan bank sentral nasional, maka realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) akan mencapai Rp1.144,6 triliun pada akhir tahun ini. Ia mengklaim realisasi ini lebih rendah dari proyeksi awal pemerintah.
"Sampai akhir 2021, realisasi utang akan berkurang secara signifikan di kisaran Rp300 triliun dari rencana awal," ucapnya.
Sementara untuk realisasi pinjaman dari lembaga internasional, baik secara bilateral dan multilateral mencapai US$2,92 miliar atau setara Rp41,84 triliun (kurs Rp14.330 per dolar AS) sepanjang tahun ini.
Realisasi tersebut berasal dari pinjaman Bank Dunia US$1,05 miliar, Bank Pembangunan Asia (ADB) US$1 miliar, Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) US$475 juta, Bank Infrastruktur dan Investasi Asia (AIIB) US$37,5 juta, dan lainnya.
Lihat Juga :INFO HARGA PANGAN Harga Cabai-cabaian Rontok hingga Rp4.450 per Kg |
"Ini digunakan untuk general financing selama 2021, termasuk untuk penanganan pandemi covid-19," terangnya.
Riko mengatakan Indonesia tidak hanya mendapat pinjaman dari lembaga-lembaga tersebut, namun juga berhasil menegosiasikan konversi terhadap bunga mata uang pinjaman. Konversi didapat dari ADB senilai US$6,9 miliar dan Bank Dunia US$700 juta.
Konversi pinjaman ini menjadi bagian strategi pemerintah dalam mengelola pinjaman. Tujuannya untuk menurunkan risiko fluktuasi pembayaran bunga utang ke depan.
Lihat Juga : |
Hasilnya, ia mengklaim terdapat efisiensi biaya bunga pinjaman luar negeri mencapai Rp68 miliar sampai Desember 2021. Selanjutnya, penghematan pembayaran bunga pinjaman mencapai Rp588,31 miliar pada 2022 dan Rp3,58 triliun dari Desember 2021 sampai jatuh tempo terakhir pada 2038.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menambahkan dengan proyeksi pembiayaan utang sampai akhir tahun ini, maka defisit APBN diperkirakan bakal lebih rendah dari asumsi awal sekitar 5,7 persen.
"Kami akan bisa menekan defisit tahun ini di bawah 5,7 persen. Kami optimis di angka 5,1 persen sampai 5,4 persen," kata Luky pada kesempatan yang sama.
Optimisme ini muncul dari realisasi kebutuhan pembiayaan surat utang yang lebih rendah. Selain itu, juga didukung oleh penerimaan pajak yang meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi dan kenaikan harga komoditas di pasar internasional serta sisa anggaran lebih (SAL) dari APBN 2020.