IMF Catat Utang Global US$226 Triliun, Rekor Setelah Perang Dunia II
Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat utang global atau utang di dunia tembus rekor US$226 triliun. Tumpukan utang itu berasal dari resesi ekonomi karena dunia dilanda pandemi covid-19.
Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF Vitor Gaspar, dalam sebuah blog bersama rekan-rekannya, menyebut bahwa utang global menjadi 256 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2020. Lonjakan utang satu tahun ini terbesar sejak Perang Dunia II.
Menurut IMF, peningkatan utang sangat mencolok di negara-negara maju, di mana utang publik naik sekitar 70 persen terhadap PDB pada 2007 menjadi 124 persen dari PDB pada 2020 lalu.
Lihat Juga : |
Sementara itu, utang swasta meningkat lebih moderat, yakni dari 164 persen menjadi 178 persen pada periode yang sama.
IMF menilai tantangan paling penting bagi pembuat keputusan ialah meramu kebijakan yang tepat dari kebijakan fiskal dan moneter dalam lingkungan utang yang tinggi, dan inflasi yang meningkat. Sebab, lonjakan utang memicu kerentanan.
"Risiko (utang) diperbesar jika suku bunga global naik lebih cepat dari yang diperkirakan di tengah pertumbuhan goyah. Pengetatan kondisi keuangan yang signifikan akan meningkatkan tekanan pada pemerintah, rumah tangga, serta perusahaan yang paling berutang," terang Gaspar.
Beberapa negara, terutama yang memiliki kebutuhan pembiayaan bruto cukup tinggi atau eksposur terhadap volatilitas nilai tukar, ia menuturkan mungkin memerlukan penyesuaian lebih cepat untuk menjaga kepercayaan pasar dan mencegah tekanan fiskal yang lebih mengganggu.
Selain itu, Gaspar dan kawan-kawannya berpendapat bahwa pandemi covid-19 dan kesenjangan pembiayaan global menuntut kerja sama dan dukungan internasional yang kuat dan efektif untuk negara-negara berkembang.
Peringatan IMF tentang kebijakan tapering The Fed, bank sentral AS, yang bakal mempercepat pengurangan pembelian aset dan menaikkan suku bunga acuan pada tahun depan, mendorong biaya pinjaman global naik pada tahun-tahun mendatang.
Diketahui, mulai bulan lalu, The Fed sudah mengurangi pembelian aset bulanannya. Kebijakan ini akan diteruskan hingga Juni 2022 nanti. Beberapa pejabat The Fed dan ekonom bahkan mendesak bank sentral AS itu untuk mempercepat laju tapering dan menaikkan suku bunga acuan lebih cepat di tengah kenaikan inflasi.