Pengusaha Desak Mendagri 'Hukum' Anies Terkait Revisi UMP 2022

CNN Indonesia
Senin, 20 Des 2021 15:52 WIB
Pengusaha mendesak Mendagri Tito Karnavian menghukum Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena merevisi UMP 2022. Mereka menyebut Anies langgar aturan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberi sanksi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena merevisi upah minimum provinsi (UMP) 2022.

Tak cuma Anies, para pengusaha juga menilai Tito perlu memberi sanksi kepada kepala daerah lain jika ada yang mengubah besaran UMP 2022 sehingga kenaikan upahnya tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pembinaan atau sanksi kepada kepala daerah dan Gubernur DKI Jakarta yang tidak memahami peraturan perundangan sehingga mengakibatkan melemahnya sistem pemerintahan," ungkap Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani saat konferensi pers virtual, Senin (20/12).

Hariyadi mengatakan permintaannya ini didasari oleh aturan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya, dalam beleid itu sudah jelas bahwa pemerintah pusat bisa memberikan pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah yang tidak menjalankan pemerintahan sesuai aturan undang-undang.

Di sisi lain, Hariyadi menilai sanksi dan pembinaan ini perlu dilakukan agar tidak ada kepala daerah lain yang mengikuti jejak Anies untuk mengubah besaran UMP 2022 yang tidak sesuai dengan formula PP 36/2021.

Selain meminta Tito memberi sanksi dan pembinaan, Hariyadi menilai Kementerian Ketenagakerjaan juga bisa memberi sanksi kepada kepala daerah yang melawan hukum regulasi ketenagakerjaan. Khususnya yang tertuang di PP 36/2021.

"Terutama soal pengupahan, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan iklim tidak kondusif bagi dunia usaha dan perekonomian nasional," ujarnya.

Lebih lanjut, Hariyadi mengimbau para pengusaha di Jakarta untuk tidak menerapkan besaran UMP 2022 sesuai hasil revisi Anies. Sebab, UMP hasil revisi dianggap melanggar ketentuan PP 36/2021.

Selain itu, menurutnya, revisi UMP 2022 tidak bisa digunakan sebelum ada putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kendati begitu, pengusaha baru akan menggugat keputusan revisi UMP Anies ke PTUN bila sudah ada peraturan gubernur (pergub) baru yang diterbitkan.

"Menghimbau seluruh perusahaan di Jakarta untuk tidak menerapkan revisi UMP DKI Jakarta 2022 sembari menunggu keputusan PTUN berkekuatan hukum tetap," katanya.

Para pengusaha di ibu kota diharapkan tetap menggunakan acuan UMP 2022 sesuai yang telah ditetapkan Anies sebelumnya di Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1395 Tahun 2021 tentang UMP 2022. Keputusan itu dikeluarkan pada 19 November 2021.

Hariyadi menambahkan ada sederet dampak negatif dari keputusan Anies merevisi UMP DKI Jakarta 2022. Pertama, membuat upah minimum tidak bisa menjadi jaring pengaman sosial bagi pekerja pemula tanpa pengalaman.

"Ini akan menimbulkan risiko bagi pencari kerja baru, karena membuat perusahaan lebih memilih mencari pekerja yang berpengalaman. Jadi (pencari kerja baru) kesempatan kerjanya jadi terbatas," tuturnya.

Kedua, membuat perusahaan semakin sulit menerapkan upah berdasarkan struktur upah dan skala upah (SUSU) sesuai keinginan Kemnaker. Padahal, penyusunan upah berdasarkan SUSU perlu untuk pekerja berpengalaman, di mana upahnya diatur berdasarkan jabatan, produktivitas, dan lainnya.

"Maka ruang untuk menerapkan struktur dan skala upah jadi sulit, karena ruang untuk (kenaikan) upah pekerja di atasnya jadi sempit," pungkasnya. 

(uli/agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK