Peneliti Sebut RI Butuh Rp286 T per Tahun untuk Transisi Energi Bersih

CNN Indonesia
Selasa, 21 Des 2021 18:12 WIB
Peneliti IESR Julius C Adiatma mengatakan RI butuh US$20 miliar atau Rp286 triliun per tahun untuk melakukan transisi energi menuju nol emisi.
Peneliti IESR Julius C Adiatma mengatakan RI butuh US$20 miliar atau Rp286 triliun per tahun untuk melakukan transisi energi menuju nol emisi. Ilustrasi. (Victor Wirawan/Baran Energy).
Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Spesialis Bahan Bakar Bersih dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Julius C Adiatma mengatakan Indonesia butuh investasi sebesar US$20 miliar atau Rp286 triliun (asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS) setiap tahun untuk melakukan transisi energi menuju nol emisi (net zero emissions).

"Disebutkan bahwa investasi yang dibutuhkan dan itu bukan beban, itu peluang ada US$20 miliar per tahun yang diharapkan datang untuk transisi energi," ungkap Julius dalam acara peluncuran laporan 'Indonesia Energy Transition Outlook 2022', Selasa (21/12).

Julius menyebut pemerintah memiliki berbagai sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan investasi itu. Salah satunya dari lembaga internasional yang memberikan pembiayaan terhadap proyek energi baru terbarukan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian juga ada inovasi sumber pendanaan, misalnya obligasi hijau, zakat, obligasi yang berasal dari pemerintah daerah (pemda)," kata Julius.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan terdapat tiga cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempercepat transisi energi menuju nol emisi bersih pada 2060 mendatang.

Pertama, pemerintah harus merevisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Revisi itu harus mencerminkan visi dekarbonisasi 2060.

"(Pemerintah perlu) menerjemahkan komitmen politik yang sudah dibuat ke dalam kerangka kebijakan dan regulasi yang bisa memperjelas arah kesempatan dan peta jalan transisi energi di Indonesia," kata Fabby.

Dalam revisi itu, sambung Fabby, pemerintah juga harus meninjau ulang kebijakan harga energi dan subsidi energi fosil.

Kedua, pemerintah harus menciptakan iklim investasi energi bersih yang lebih kondusif. Hal ini untuk mendorong investasi dari perusahaan swasta dan badan usaha milik negara (BUMN).

Ketiga, pemerintah perlu memastikan pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen dari energi primer pada 2025 mendatang.

"Ini merupakan pencapaian yang sangat penting untuk mengukur konsistensi pemerintah dan PT PLN (Persero) dalam melaksanakan transisi energi," jelas Fabby.

[Gambas:Video CNN]

Senada, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan transisi energi menuju nol emisi bersih memang butuh investasi besar.

Sebagai gambaran, total investasi kelistrikan membutuhkan dana US$1 triliun pada 2060 atau US$25 miliar per tahun. 

"Diharapkan dengan dukungan teknologi yang kompetitif, kami dapat menekan jumlah investasi tersebut," ucap Arifin.

Sementara di tengah kebutuhan investasi yang besar itu, Peneliti Senior Energi Terbarukan IESR Handriyanti Puspitarini menyebut tren investasi untuk eneri baru terbarukan di sektor pembangkit listrik masih sangat minim.

"Investasi di bidang energi fosil masih lebih tinggi dibandingkan di bidang energi terbarukan," kata Handriyanti.

Handriyanti mengatakan minimnya investasi di sektor energi baru terbarukan karena regulasi yang dibuat pemerintah membuat investor malas menanamkan dananya di proyek energi bersih.

Beberapa kebijakan yang dimaksud, seperti Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan Rancangan Undang Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang masih belum diluncurkan oleh pemerintah.

Selain itu, proses perizinan usaha yang kerap memakan waktu juga semakin membuat investor enggan menanamkan dananya di Indonesia. Ditambah, mekanisme pengadaan barang yang kompleks juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan proyek energi baru terbarukan.

Lebih lanjut, Handriyanti menuturkan investasi untuk proyek energi baru terbarukan dari bank-bank lokal juga masih rendah jika dibandingkan dengan investasi yang dialokasikan untuk batu bara pada tahun ini.

"Hal ini mengindikasikan bahwa bank-bank lokal masih belum familiar untuk menginvestasikan uangnya di proyek-proyek energi terbarukan," tutup Handriyanti.



(aud)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER