KPPU Ungkap Potensi Pelanggaran Aturan Monopoli di Bisnis Perunggasan

CNN Indonesia
Rabu, 22 Des 2021 06:48 WIB
KPPU mengungkap sejumlah potensi pelanggaran UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di bisnis perunggasan nasional. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap sejumlah potensi pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di bisnis perunggasan nasional.

Pelanggaran pertama, terhadap Pasal 4 mengenai oligopoli. Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Marcelina Nuring mengatakan potensi pelanggaran terjadi karena pelaku usaha besar di bisnis ini banyak yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk membentuk sebuah integrasi bisnis secara vertikal.

"Kami melihat potensi pelanggaran di mana pelaku usaha terintegrasi membuat perjanjian dalam mengatur produksi ayam doc dan pakan (jagung). Ini jangan sampai disalahgunakan untuk dominasi dan harus menghindari diskriminasi terhadap pelaku usaha lain," ungkap Marcelina di forum diskusi virtual, Selasa (21/12).

Kedua, terhadap Pasal 5 mengenai penetapan harga. Pasalnya, integrasi vertikal dari sekelompok atau bahkan satu pelaku usaha memungkinkan ada penyesuaian harga dari masing-masing rantai pasok industri dari hulu ke hilir.

Misalnya, ada penetapan harga tertentu dari pakan jagung hingga ayam hidup bagi industri pengolahannya. Ketiga, terhadap Pasal 11 mengenai kartel.

Keempat, terhadap Pasal 14 mengenai integrasi vertikal.

"Jika integrator melakukan diskriminasi dalam institusi bisnis doc, maka berpotensi melanggar sampai Pasal 14, di mana ada diskriminasi dan posisi dominan," jelasnya.

Untuk itu, KPPU menilai pemerintah perlu membenahi kembali aturan soal bisnis perunggasan yang memungkinkan pengusaha besar mendominasi industri dari hulu ke hilir. Sebab, hal ini berpotensi membuat persaingan usaha jadi tidak sehat.

Aturan yang perlu dibenahi itu adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

"Kami mendorong pemerintah untuk memperbaiki kebijakan, meski yang lebih idealnya diubah, sehingga tidak ada perusahaan yang integrasi vertikal, karena kalau tidak, setiap tahun akan terjadi masalah di bisnis ini," kata Komisioner KPPU Ukay Karyadi menambahkan.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala menjelaskan masalah yang kerap berulang di bisnis ini adalah harga pakan jagung yang melambung tinggi. Tercatat pada tahun ini saja, rata-rata harga jagung tertinggi mencapai Rp8.414 per kilogram (kg).

Padahal, harga acuan jagung berdasarkan kebijakan Kementerian Perdagangan cuma Rp4.500 per kg. Hal ini membuat biaya produksi peternak ayam mandiri membengkak.

Namun, tidak terjadi di pengusaha besar. Sebab, mereka punya jaringan distribusi bahan baku hingga produk jadi sendiri. Hal ini terjadi karena mereka punya modal yang besar.

"Jadi ketika panen, (jagung) langsung dikuasai oleh produsen pakan. Akibatnya, jagung di pasaran sulit ditemukan, sehingga harga meningkat. Peternak (mandiri) jadi kesulitan dapat pakan," terang Mulyawan.

Hal ini selanjutnya membuat harga ayam ikut terkerek dari kisaran harga acuan sebesar Rp12 ribu per kg menjadi Rp18 ribu sampai Rp19.700 per kg. Begitu juga dengan harga telur ayam yang ikut melambung.

"Tapi peternak mandiri tidak bisa jual dengan harga segitu, mereka selalu jual di bawah harga acuan, sehingga rugi," pungkasnya.

(uli/agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK