KALEIDOSKOP 2021

Pinjol Rajai Kasus Keuangan di Tahun Kerbau Logam

CNN Indonesia
Kamis, 30 Des 2021 06:50 WIB
Kasus-kasus pinjol ilegal kembali marak pada tahun ini setelah ramai pada 2018 lalu. Bahkan, Jokowi dan MUI pun turun tangan memberantas pinjol.
Kasus-kasus pinjol ilegal kembali marak pada tahun ini setelah ramai pada 2018 lalu. Bahkan, Jokowi dan MUI pun turun tangan memberantas pinjol. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adi Maulana).
Jakarta, CNN Indonesia --

Fintech P2P Lending alias pinjaman online (pinjol) kembali naik daun pada tahun ini. Sayang, naik daun bukan karena prestasinya yang sukses memperluas akses keuangan bagi wong cilik atau masyarakat unbankable, melainkan karena kasus pinjol ilegal marak mencekik leher konsumen.

Data Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, khusus tahun ini setidaknya 811 entitas pinjol ilegal sudah diblokir. Sedangkan secara akumulasi sejak 2018 ada 3.734 entitas pinjol ilegal yang diberantas.

Masih ramainya masyarakat yang tak punya akses ke lembaga pembiayaan formal dan rendahnya literasi keuangan masyarakat menjadi dua faktor utama kasus pinjol marak terjadi. Apalagi, pencairan utang dari pinjol yang instan, serta mudah berhasil membuat masyarakat tergiur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, bunga yang dikenakan pinjol ilegal tidak masuk akal, tenggat pengembaliannya pun pendek, bahkan hanya dalam hitungan hari. Bila menunggak atau telat bayar, konsekuensi yang diterima bisa mengerikan, dari dicaci maki, dipermalukan, hingga hinaan ditujukan kepada korban dan kerabat dekatnya.

Bahkan, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyebut perusahaan penagih utang untuk pinjol ilegal di Tangerang menggunakan konten pornografi untuk mengancam konsumennya.

Mirisnya, kisah pilu korban yang dikejar-kejar tagihan pinjol ilegal, termasuk penagihan yang tak etis tersebut sudah banyak memakan korban. Ceritanya pun diberitakan oleh banyak media.

Masih ingat salah satu korban pinjol, ibu rumah tangga berinisial WPS (38), warga Solomarto, Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah, nekat gantung diri di depan halaman rumahnya pada Sabtu (2/10) akibat teror pinjol.

Jasad WPS dan surat wasiatnya ditemukan oleh mertuanya yang tinggal di seberang rumah. Korban, dalam surat itu, mengaku terlilit utang hingga puluhan juta rupiah di 23 pinjol berbeda.

Kapolres Wonogiri AKBP Dydit Dwi Susanto mengatakan bahwa korban tak tahan hidup karena sering mendapat teror dari pinjaman online yang melilit dirinya. "Di surat wasiat itu, ada rincian pinjamannya (korban)," kata dia, Jumat (15/10) lalu.

Senasib, seorang ibu dua anak berinisial JB (44), di Cinere, Kota Depok, ditemukan melakukan bunuh diri diduga stres akibat tagihan pinjol ilegal sebesar Rp12 juta.

Kapolsek Cinere AKP Suparmin mengatakan JB ditemukan tewas dengan cara gantung diri di kamar mandi rumahnya, Senin (1/11) pukul 06.30 WIB.

"Jadi bangun pagi anaknya ke dapur nyari emaknya enggak ada. Nah, pas enggak ada, neneknya masuk rumah dan begitu masuk, lihat korban sudah gantung diri," jelasnya, Selasa (2/11).

Suparmin mengatakan, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan yang dialami oleh JB. Karenanya, ia memastikan korban murni meninggal dunia karena gantung diri.

Berdasarkan keterangan saksi dan informasi yang diperoleh, korban yang merupakan janda dengan anak dua ini mengalami depresi karena terlilit utang.

"Motifnya karena faktor ekonomi yang menyebabkan JB gantung diri. Kami juga memeriksa handphone milik JB dan terdapat beberapa chat tagihan utang," ujar Suparmin.

[Gambas:Video CNN]

Fenomena lain yang mewarnai polemik pinjol setahun ini adalah munculnya pinjol berjubah Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Kementerian Koperasi dan UKM mencatat setidaknya ada 52 koperasi yang melakukan praktik pinjol ilegal.

Sejatinya koperasi ditujukan untuk menjangkau masyarakat kecil yang tidak punya akses terhadap keuangan. Ndilalah, koperasi malah disalahgunakan untuk 'menjebak' wong cilik.

Tidak hanya masyarakat yang dibuat resah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun gerah hingga mengeluarkan fatwa bahwa pinjaman, baik offline maupun online (pinjol) mengandung riba, sehingga hukumnya haram.

"Layanan pinjaman, baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan," tutur Ketua MUI Asrorun Niam Soleh saat membacakan hasil Ijtima, Kamis (11/11).

Ijtima Ulama merekomendasikan agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat. MUI bahkan meminta pemerintah melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjol yang meresahkan masyarakat.

Selain itu, MUI juga menyerukan agar pihak penyelenggara pinjol menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan. MUI mengimbau umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Menanggapi itu, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo menilai cap riba dan haram tertuju pada praktik pinjol ilegal yang selama ini meresahkan. Sebab, pinjol ilegal mematok bunga yang tinggi dan menggunakan penagih utang (debt collector) dengan cara mengintimidasi.

"Kami mengartikan semangat MUI kaitan dengan praktek yang diharamkan, yang selama ini dilakukan oleh pinjol ilegal," ucap Anto kepada CNNIndonesia.com, Jumat (12/11).

Menurut dia, perhatian seperti ini bukan datang dari MUI saja, tapi juga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi meminta agar praktik pinjol ilegal segera diberantas dan memerintahkan OJK melakukan moratorium alias menyetop sementara penerbitan izin pinjol resmi.

Hal ini selanjutnya diteruskan regulator dengan kebijakan penataan ulang ekosistem pinjol, mulai dari permodalan, fit and proper, dan manajemen risiko.

Sementara soal riba, OJK menilai pandangan MUI memang didasari pada keagamaan, di mana setiap pinjaman yang menyertakan bunga tentu akan disebut riba. Namun, di Indonesia sudah diatur layanan pemberian pinjaman secara konvensional dan syariah.

"Sistem Keuangan kita masih menganut dual system, sehingga masih memungkinkan pinjaman online atau offline memiliki karakteristik konvensional dan berbasis syariah," jelasnya.

Terpisah, Ketua SWI OJK Tongam Tobing menyatakan pihaknya telah melakukan berbagai hal untuk memberantas pinjol ilegal. Selain dengan menutup situs dan aplikasi ilegal, ia mengatakan pihaknya juga melakukan edukasi kepada masyarakat agar tak mudah tergiur tawaran pinjol ilegal.

Ia menjabarkan edukasi yang disampaikan guna mengingatkan masyarakat untuk hanya meminjam uang dari pinjol yang terdaftar di OJK. Lalu, ingat untuk hanya meminjam sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Ketiga, pinjam untuk kepentingan yang produktif. Tongam mengingatkan untuk tak meminjam dana untuk foya-foya, apa lagi dari pinjol ilegal. Ia pun meminta masyarakat untuk memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risiko meminjam uang lewat pinjol.

(fry/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER