Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengirimkan 'sepucuk surat cinta' secara berkala untuk mengimbau wajib pajak (WP) mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II.
"Dalam waktu dekat, DJP akan mengirimkan email blast tentang PPS yang ditandatangani oleh dirjen pajak. Email tersebut adalah imbauan yang bertujuan agar WP tak lupa dan terlewat dengan program PPS ini," ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam siaran pers yang dirilis Senin (3/1).
Suryo mengatakan PPS hanya akan berlangsung selama enam bulan ke depan. Artinya, WP dapat mengungkapkan hartanya secara sukarela ke kantor pajak sampai Juni 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suryo mengatakan pihaknya akan mengirimkan pemberitahuan kepada WP secara berkala melalui berbagai saluran, seperti iklan di media massa hingga media sosial milik DJP dari Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok, dan Linkedin.
Lalu, situs pajak.go.id, banner, dan poster. DJP juga akan menuliskan informasi detail mengenai PPS dalam laman resmi pajak.go.id/pps.
Suryo mengatakan laman resmi itu dapat diakses setiap saat. WP bisa langsung log in ke DJPonline, masuk aplikasi PPS, unduh formulir, isi formulir, lakukan pembayaran, kemudian submit.
"Kami coba memberikan kemudahan dengan saluran penyampaiannya kami lakukan secara daring," kata Suryo.
DJP mencatat sudah ada 326 WP yang menyetorkan PPh final sebesar Rp33,68 miliar dengan nilai harta bersih yang diungkap sebesar Rp253,77 miliar per 3 Januari 2021.
"Nilai harta bersih tersebut terdiri dari Rp239,26 miliar deklarasi dalam negeri, Rp2,22 miliar investasi SBN, dan Rp12,29 miliar deklarasi luar negeri," jelas Suryo.
Kebijakan soal tax amnesty jilid II tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.
Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final.Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan SDA, EBT, dan SBN.
Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.
Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada direktur jenderal pajak pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan menginvestasikan harta bersih ke sektor usaha SDA, EBT, dan SBN.
Setelah itu, direktur jenderal pajak akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan atas pengungkapan harta oleh wajib pajak.
(aud/sfr)