ANALISIS

Mengawal Subsidi Minyak Goreng yang Rawan Salah Sasaran

Wella Andany | CNN Indonesia
Kamis, 06 Jan 2022 07:00 WIB
Ekonom mengingatkan pemerintah untuk mengawasi penyaluran subsidi minyak goreng Rp14 ribu per liter agar tidak salah sasaran. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah berjanji akan memberi subsidi minyak goreng setidaknya hingga Juni mendatang. Subsidi untuk khusus minyak goreng kemasan sederhana yang dijual Rp14 ribu per liter.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan menggelontorkan 1,2 miliar liter minyak goreng kemasan sederhana untuk 6 bulan ke depan. Kebijakan juga bisa diperpanjang jika dinilai diperlukan.

Airlangga mengatakan penyediaan minyak goreng itu merupakan hasil kerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan anggaran sebesar Rp3,6 triliun.

"Dibutuhkan anggaran untuk menutup selisih harga (pasar) ditambah dengan PPN (pajak penghasilan) sebesar Rp3,6 triliun. Komite pengarah juga memutuskan BPDPKS menyediakan dan melakukan pembayaran tersebut," katanya pada konferensi pers, Rabu (5/1).

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan untuk tahap awal pemerintah akan menunjuk 5 produsen minyak goreng. Ia pun memastikan produksi akan dimulai paling lambat sebelum awal minggu depan.

Lutfi mengatakan minyak goreng tersebut akan didistribusikan terlebih dahulu ke pasar-pasar yang dipantau Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ia berharap program ini dapat menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat. Ke depan, Lutfi memastikan produksi minyak goreng akan dilakukan oleh 70 industri dan 225 packer.

Kebijakan tersebut merupakan imbas dari melambungnya harga kelapa sawit mewah (CPO) akibat fenomena supercycle yang melanda sejak tahun lalu. Di saat para produsen CPO bersorak, konsumen minyak goreng malah harus merogoh kocek dalam.

Menurut Lutfi, harga CPO naik dua kali lipat menjadi US$1.250 per metrik ton (MT) dari harga regulernya di kisaran US$500-US$600 per MT. Maka otomatis, kata dia, harga minyak goreng dalam negeri pun melonjak.

Dari catatan redaksi, harga minyak goreng bahkan sempat menembus Rp23 ribu per kg. Hingga Rabu (5/1) kemarin, harga minyak goreng curah di kawasan Jakarta Selatan masih Rp21 ribu per liter. Padahal, kenaikan harga komoditas lainnya sudah berangsur turun.

Keadaan yang berlarut pun membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan anak buahnya untuk menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri. Ia mengingatkan Lutfi untuk memprioritaskan kebutuhan rakyat dengan menyediakan harga minyak goreng terjangkau.

Ekonom Indef Rusli Abdullah menyebut harga minyak goreng di level Rp14 ribu per liter sebetulnya masih lebih tinggi dari acuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp11 ribu per liter.

Aturan HET tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.

"Nah berarti kalau dibuat Rp14 ribu per liter, otomatis melebihi HET toh, jadi subsidi belum bisa menurunkan harga minyak goreng sampai ke level sesuai HET-nya," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/1).

Karena itu, ia mempertanyakan alasan pemerintah menetapkan harga di level Rp14 ribu. Dugaan dia ada dua, pertama, karena dana yang tersedia hanya Rp3 triliun. Kedua, kebijakan dibuat sebagai jalan pintas win-win solution untuk masyarakat dan pengusaha.

Dari kalkulasi dia, untuk konsumsi 6 bulan minyak goreng sebetulnya dibutuhkan 1,35 miliar liter untuk kebutuhan 238,9 juta penduduk atau setara Rp4,04 triliun. Dana digunakan untuk menutup selisih Rp3.000 per liter antara HET dan harga baru di level Rp14 ribu.

Artinya, jika pemerintah menyediakan subsidi 1,2 miliar liter minyak goreng, maka subsidi masih kurang untuk 150 juta liter.

Angka tersebut ia dapat dengan asumsi konsumsi per kapita 0,94 liter/bulan. Lalu, asumsi 238,9 juta jumlah penduduk berusia 5-70 tahun yang masih memungkinkan makan makanan gorengan, data mengacu pada Sensus Penduduk 2020.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Rawan Salah Sasaran


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :