UU HKPD Terbit, Tarif PBB Resmi Naik Maksimal 0,5 Persen
Pemerintah dan DPR resmi menaikkan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan atau PBB-P2 dengan besaran paling tinggi sebesar 0,5 persen. Kenaikan tertuang Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) yang diteken Presiden Jokowi 5 Januari lalu.
Sebagai informasi, PBB-P2 merupakan pajak yang dikenakan terhadap lahan dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Namun, pajak ini dikecualikan atas kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
PBB-P2 dikenakan berjangka waktu satu tahun kalender. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada 1 Januari.
Lihat Juga : |
Sebelum uu itu diteken, tarif PBB-P2 hanya dipatok 0,1 persen sampai maksimal 0,3 persen.
"Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5 persen," bunyi Pasal 41 uu tersebut seperti dikutip Rabu (12/1).
Selain poin itu, UU HKPD juga mengatur dasar pengenaan PBB-P2 adalah nilai jual objek pajak (NJOP). NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit Rp10 juta untuk setiap wajib pajak.
"Dalam hal wajib pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOP tidak kena pajak hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak," terang Pasal 40 ayat 4.
NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBP-P2 ditetapkan paling rendah 20 persen dan paling tinggi 100 persen dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.
NJOP ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk subjek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Besaran NJOP ditetapkan oleh kepala daerah.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 diatur dengan peraturan menteri," jelas Pasal 40 ayat 8.