ANALISIS

Manfaat Ambil Ruang Kendali Udara dari Singapura Bagi Ekonomi RI

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Rabu, 26 Jan 2022 06:49 WIB
Kemenhub meyakini upaya pengambilalihan ruang kendali udara (FIR) yang dilakukan RI dari Singapura berdampak positif ke ekonomi. Berikut penjelasannya.
Kemenhub mengklaim pengambilalihan FIR dari Singapura akan berdampak positif bagi penerimaan negara. Menurutnya, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) otomatis akan meningkat. Ilustrasi. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Jalan panjang Indonesia mengambil alih pelayanan ruang kendali udara atau flight information region (FIR) di wilayah Natuna, Kepulauan Riau dari Singapura akhirnya membuahkan hasil.

Pemerintah Indonesia dan Singapura akhirnya resmi menyepakati penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan atau realignment FIR Jakarta-Singapura sesuai hukum internasional pada Selasa (25/1).

Dengan kesepakatan tersebut, ruang lingkup FIR akan mencakup seluruh wilayah teritorial Indonesia. Hal ini berarti bukan hanya Natuna, tapi juga Bintan, Batam, Tanjung Pinang, hingga Karimun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai pengingat, ruang udara di sektor A, B, dan C dikelola oleh Malaysia dan Singapura sejak 1944. Keduanya masih menjadi bagian dari kekuasaan Inggris kala itu.

Ruang udara di Batam dan Natuna adalah bagian dari FIR sektor A. Selain itu, terdapat pula sektor B dan C yang berada di atas perairan Natuna.

Sektor A mencakup wilayah udara di atas 8 kilometer (km) sepanjang Batam dan Singapura. Sektor B mencakup kawasan udara di atas Tanjung Pinang dan Karimun.

Sementara, sektor C yang berada di wilayah udara Natuna dibagi menjadi dua. Singapura mengendalikan di atas 24.500 kaki, sedangkan Malaysia di bawah 24.500 kaki

Salah satu dampak penguasaan FIR oleh Singapura bagi Indonesia terasa saat TNI AU harus mengantongi izin dari menara kendali penerbangan Bandara Internasional Changi untuk bisa lepas-landas atau mendarat hingga menentukan rute, bahkan ketinggian dan kecepatan.

Lalu, Indonesia mulai bernegosiasi dengan Singapura untuk mengambil alih ruang kendali FIR di Perairan Natuna sejak 1990 silam.

'Keringat' pemerintah mulai terbayar tahun ini. Indonesia dan Singapura menyepakati lima poin penting dalam perjanjian yang diteken awal pekan ini.

Pertama, penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia, sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.

Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial.

Ketiga, selain menyepakati pengelolaan ruang udara untuk penerbangan sipil, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer guna Manajemen Lalu Lintas Penerbangan (Civil Military Coordination in ATC - CMAC).

Keempat, Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura ke Indonesia. Pendelegasian PJP ini juga akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kementerian Perhubungan.

Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura. Hal tersebut dilakukan guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO).

Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengklaim pengambilalihan FIR dari Singapura akan berdampak positif bagi penerimaan negara. Menurutnya, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) otomatis akan meningkat.

"Akan ada penambahan PNBP," ungkap Adita kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/1).

Namun, Adita tak menjelaskan lebih lanjut dari mana saja tambahan PNBP tersebut. Ia tak menjawab ketika ditanyakan apakah tambahan PNBP berasal dari pungutan biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan (PJNP).

Sementara, Pengamat Penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (JAPRI) Gerry Soejatman mengatakan perjanjian RI dan Singapura akan menambah penerimaan dalam bentuk pungutan atas pelayanan navigasi kepada maskapai.

"Dampak bagi ekonomi RI ada penambahan penghasilan dari pungutan biaya pelayanan navigasi atau lalu lintas udara," tutur Gerry.

Selama ini, Singapura hanya memungut PJNP untuk pesawat yang melewati sektor A (wilayah udara di atas 8 km sepanjang Batam dan Singapura). Lalu, pungutan itu diberikan 100 persen ke Indonesia.

Setelah perjanjian ini, maka Singapura juga akan memungut PJNP untuk pesawat yang melintas di sektor B (kawasan udara di atas Tanjung Pinang dan Karimun). Kemudian, dananya akan diserahkan 100 persen ke Indonesia.

"Sekarang Natuna juga tidak ada pungutan. Nantinya, Sektor C (Natuna) ada pungutan, dipungut oleh Indonesia," jelas Gerry.

Meski begitu, Indonesia tak bisa langsung memungut PJNP untuk pesawat yang melintas di Natuna sekarang. Pasalnya, implementasi atas perjanjian RI-Singapura masih perlu diratifikasi terlebih dahulu.

"Harus diratifikasi masing-masing, lalu diajukan ke ICAO karena ini urusan kelancaran pelayanan penerbangan sipil," terang Gerry.

Hanya Berdampak ke TNI AU Bukan Penerbangan Sipil

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER