ANALISIS

Tepatkah JKP Gantikan JHT Jadi 'Bantalan' usai Pekerja Kena PHK?

CNN Indonesia
Selasa, 15 Feb 2022 10:58 WIB
Pengamat menilai pemerintah seharusnya membenahi JKP sebelum menyodorkannya sebagai pengganti manfaat JHT bagi pekerja yang baru kena PHK.
Pengamat menilai pemerintah seharusnya membenahi JKP sebelum menyodorkannya sebagai pengganti manfaat JHT bagi pekerja yang baru kena PHK. Ilustrasi. (Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Aturan baru pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) untuk pekerja mengundurkan diri maupun kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendapat penolakan keras dari serikat buruh, anggota DPR, hingga masyarakat. Per Selasa (15/2) pagi, petisi penolakan yang diunggah pada laman change.org telah diteken 378,6 ribu orang.

Bahkan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut peraturan terkait, yaitu Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Pasalnya, KSPI menilai PHK di saat pandemi masih terjadi dan pekerja membutuhkan bantalan untuk bertahan lewat pencairan manfaat JHT.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"JHT sangat dibutuhkan buruh saat ini, di saat PHK merajalela dan kondisi ekonomi belum terlalu baik," Presiden KSPI Said Iqbal lewat rilis, Senin (14/2).

Beda buruh, beda pula suara pengusaha. Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) malah menilai aturan sangat bagus karena memberikan jaminan dan kepastian di hari tua.

Ia mengaku mendukung aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah tersebut. Alasannya, menurut Sarman, beleid sesuai dengan filosofi jaminan hari tua yang seyogyanya dapat dinikmati ketika peserta tak lagi berusia produktif.

"Perubahan ketentuan pencairan JHT ini sangat jelas untuk memastikan atau menjamin kesejahteraan pekerja dan keluarganya saat memasuki pensiun, tidak untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek di saat usia produktif," jelas dia.

Toh, pekerja yang di-PHK pun mendapat mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) di mana peserta mendapatkan manfaat dalam bentuk uang tunai selama 6 bulan. Untuk tiga bulan pertama diberikan sebesar 45 persen dari upah maksimal Rp5 juta dan 3 bulan berikutnya sebesar 25 persen dari upah maksimal Rp5 juta.

Di sisi lain, peserta juga akan mendapatkan akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja. "Jadi ketika pekerja terkena PHK jangan langsung yang dipikirkan pencairan JHT, anggap itu tabungan jangka panjang yang akan dinikmati kelak untuk kehidupan yang lebih sejahtera bersama keluarga," jelasnya.

Menjawab keresahan pekerja, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan Permenaker Nomor 2/2022 mengembalikan filosofi jaminan sosial pekerja di hari tua, di mana klaim penuh hanya bisa dilakukan setelah menginjak usia tidak produktif atau 56 tahun.

Namun, aturan dikecualikan untuk pekerja mengalami cacat total atau meninggal. Dalam kondisi tersebut, pekerja atau pewarisnya bisa mencairkan JHT secara penuh.

Sementara, untuk pekerja kena PHK, Ida menyebut JKP disiapkan menjadi jawaban karena memberikan 3 manfaat, yaitu tunjangan tunai selama 6 bulan, pelatihan, dan informasi lowongan kerja. Solusi jangka pandeknya ialah uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

"Saya sangat berharap Permenaker dipahami secara cermat dan menyeluruh. Saya ingin menegaskan pandangan JHT hanya bisa diambil 56 tahun. Itu tidak sepenuhnya benar," ujarnya, Senin (14/2).

Kendati mendukung digantinya sebagian manfaat JHT ke JKP, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyayangkan lambat dan minimnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah.

Tak heran kalau aturan menjadi polemik karena minim penjelasan dan pekerja tak paham apa manfaat program terkait. Ia menilai harusnya peluncuran Program JKP didahulukan dari rilis Permenaker Nomor 2/2022, bukan terbalik seperti yang terjadi.

Ia melihat terlambatnya peluncuran program JKP membuat pekerja hanya melihat pelarangan pencairan manfaat penuh sebelum usia 56 tahun. Tak hanya masyarakat saja yang tak paham, ia menyebut anggota DPR pun tak tahu program pemerintah hingga terlontar penolakan massif.

"Awalnya yang harusnya di-launching itu JKP dulu, diketahui publik baru keluar Permenaker Nomor 2, pertanyaan umum kan bantalannya JKP, tapi JKP itu apaan?" katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (15/2).

Bersambung ke halaman berikutnya...

Sumber Iuran JKP

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER