Indonesia ingin mendorong adopsi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) cross-border yang kini sudah terjalin dengan bank sentral Malaysia dan Thailand supaya menjangkau lebih banyak negara. Dorongan itu dilakukan demi mendongkrak ekonomi, khususnya di bidang pariwisata.
Pada acara sampingan Presidensi G20 Indonesia yang berjudul "Casual Talks on Digital Payment Innovation", Harianto Gunawan, Wakil Ketua Umum III Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mengungkapkan QRIS dapat menjadi daya tarik bagi pendatang luar negeri. Pasalnya, mereka tidak perlu repot lagi membawa uang tunai untuk bertransaksi di Indonesia jika kerja sama QRIS cross border sudah terjalin.
"Kami berharap QRIS cross border dapat menjadi pendorong, khususnya untuk sektor pariwisata Indonesia. Pemerintah sudah mulai membuka destinasi pariwisata kita. Baik itu untuk wisatawan domestik maupun internasional, tidak hanya di Indonesia tetapi juga daerah lain," ujar Haryanto di acara sampingan G20 yang disiarkan secara virtual, Selasa (15/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Ia berharap QRIS dapat mendorong lebih banyak UMKM untuk menggunakan cashless payment agar pendatang tidak perlu lagi membawa uang tunai. Mereka hanya perlu men-scan QR code jika mereka ingin membeli cenderamata, berwisata kuliner maupun untuk menggunakan transportasi.
"Wisatawan tidak perlu lagi membawa uang tunai dalam perjalanannya ke mana pun mereka pergi, mereka cukup men-scan kode QR untuk membayar semua logistik, makanan, cenderamata, penarikan tunai dan transportasi. Kami benar-benar ingin memberikan ingin mempermudah transaksi, terutama di untuk sektor pariwisata," jelasnya.
Wakil Senior Presiden Digital Banking Bank Mandiri Sunarto Xie menyebut pihaknya juga berkeinginan untuk menambah daftar negara yang mengadopsi sistem pembayaran QRIS Indonesia.
Bahkan kalau bisa, melampaui negara-negara di luar Asia Tenggara.
Lihat Juga : |
"Kami ingin menjangkau lebih banyak negara. Jadi ini memberi kami lebih banyak nilai tambah bagi pelanggan kami. Kami ingin berakar ke luar kawasan (Asia Tenggara), bahkan ke semua negara destinasi liburan, Jadi saya pikir kita perlu cepat memperluas ke negara lain," kata Sunarto.
Ia mengatakan QRIS memiliki banyak keuntungan sehingga dapat membuat lebih banyak mitra untuk menggunakannya. Salah satu diantaranya, biaya transaksi yang lebih murah.
"Kami perkirakan biaya transaksi akan lebih murah 30 persen dibandingkan pembayaran dengan kartu. Jadi saya kira tidak perlu dikatakan lagi, dengan produk yang kuat, produk yang lebih murah, tentu saja kita dapat memulihkan ekonomi dengan cepat, terutama ketika perbatasan dibuka," jelasnya.
Menurut Sunarto, QRIS sendiri sebagai produk memiliki tiga keunggulan utama, yakni harga kompetitif, sistem yang kokoh, dan infrastruktur yang mampu menopang ratusan mitra dalam satu kode QR untuk menjalankan transaksi.
"Jika kita memiliki produk yang bagus, harga yang bagus, hal terakhir yang harus dilakukan adalah, kita hanya perlu melakukan kampanye massal. Untuk memastikan bahwa semua orang tahu bahwa kami memiliki produk yang bagus. Dengan insentif yang tepat, produk yang tepat, infrastruktur yang tepat, saya pikir kita perlu memulai dan melakukannya bersama dan berkolaborasi bersama," katanya.
Namun, Indonesia masih belum sampai pada target inklusivitas finansial pada tingkat nasional. Berdasarkan survei BI, baru 20 persen UMKM di Indonesia yang mampu memitigasi dampak pandemi dengan memasarkan produk mereka melalui platform digital. Sementara, transaksi pelaku usaha yang menggunakan QRIS meningkat 237 persen menjadi Rp27,7 triliun pada Desember 2021.
Oleh karena itu, Sunarto merasa perlu adanya insentif pajak untuk mendorong adopsi QRIS di Indonesia maupun di negara-negara mitra.
"Jika kita pergi ke negara lain, dan ingin kembali ke Indonesia selalu ada tax refund. Dari sudut pandang pedagang, itu tergantung pada apa tujuan kami, apakah kami terjebak pada inisiatif pembayaran atau kami ingin melangkah lebih jauh. Saya kira dengan memberikan beberapa insentif berupa tunjangan pajak, kita bisa mengundang lebih banyak orang ke dalam sistem pembayaran," sebut Sunarto.
Lihat Juga : |
Hal serupa pun dikatakan oleh Abraham Josef Adriaansz, Ketua Komite 2 Sistem Pembayaran Ritel dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) yang mengatakan bahwa Indonesia memerlukan dukungan dari pemerintah dalam implementasi penyebarluasan transaksi digital.
"Ketika kami melakukan perbandingan dengan negara lain, seperti Thailand mereka memberikan pengembalian pajak setiap bulan untuk transaksi pembayaran digital mereka, Korea Selatan juga melakukan hal yang sama, India juga. Pemerintah mereka juga me-reimburs transaksi pembayaran digital untuk tujuan sosial . Terakhir, karena transformasi membutuhkan investasi yang wajar untuk membiayai transformasi tersebut. Kita tidak bisa menghindarinya," ujar Abraham.
Berdasarkan pengalamannya menjalin kerja sama dengan Malaysia dan Thailand, membentuk sistem pembayaran antara-negara menggunakan kode QR lebih cepat dan lebih mudah daripada membentuk sistem pembayaran antar-negara berbasis kartu.
"Kami telah melakukan transaksi pembayaran lintas batas dengan Malaysia dan Thailand berbasis kartu, dan itu membutuhkan waktu hampir 3-4 tahun untuk menyelesaikan standar dan persiapan lintas batas itu. Sedangkan untuk kode QR lintas batas hanya membutuhkan waktu 6 bulan. Ke depannya kami akan membuatnya lebih cepat untuk negara-negara mendatang," kata Abraham.
Ia juga menambahkan bahwa telah terjadi peningkatan pesat dalam penggunaan QRIS sebagai alat pembayaran di Indonesia. Hasil riset prelimin ASPI menunjukkan volume transaksi menggunakan QRIS meningkat 202 persen dari 124 juta transaksi pada 2020 menjadi 375 juta pada 2021. Juga, pertumbuhan mitra QRIS meningkat sebesar 156 persen dari 5,8 juta di 2020 menjadi 14,8 juta di 2021.
"Kami selalu menekankan inklusi keuangan, dan seingat saya bahkan G20 memulai inisiatif inklusi keuangan pada tahun 2009, jadi sudah hampir 12-13 tahun dan kami benar-benar perlu melihat contoh konkretnya. Dan berdasarkan volume transaksi dan pertumbuhan jumlah QRIS, sekitar 55 persen dari 375 juta transaksi QRIS tersebut terjadi di tingkat UMKM," ujarnya.
Kaspar Situmorang, Kepala Deputi III Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sepakat dengan misi ASEAN Economic Blueprint 2025 yang ingin mendorong integrasi dan standarisasi sistem pembayaran di Asia Tenggara.
Ia mengatakan bahwa Kadin akan sangat bersedia membantu Bank Indonesia dalam mewujudkan misi tersebut, lewat akselerasi penggunaan QRIS dari sisi pengusaha.
"Yang pertama jelas bagaimana kita bisa mempercepat penetrasi QRIS di seluruh Indonesia, melalui penyaluran kepada seluruh anggota KADIN kita. Kami memiliki ribuan anggota di seluruh Indonesia, kami ingin memperkuat juga penetrasi QRIS di seluruh Indonesia, dan membantu menambah dari 13 juta menjadi 15 juta akuisisi merchant pada 2022," ujar Kaspar.
Lihat Juga : |