Daftar Terbaru Perusahaan Energi dan Tambang yang 'Cabut' dari Rusia

CNN Indonesia
Jumat, 11 Mar 2022 08:22 WIB
Sedikitnya enam perusahaan energi dan tambang kelas kakap memutuskan cabut dari Rusia sebagai sanksi atas invasi militer ke Ukraina.
Sedikitnya enam perusahaan energi dan tambang kelas kakap memutuskan cabut dari Rusia sebagai sanksi atas invasi militer ke Ukraina. (AP/Steve Parsons).
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah perusahaan energi dan tambang raksasa menghentikan bisnisnya di Rusia. Padahal, negeri beruang merah itu merupakan penghasil minyak dan gas terbesar di dunia.

Siapa saja? Dari British Petroleum (BP) yang melepas sebagian besar saham mereka dari BUMN Rusia hingga Rio Tinto, perusahaan tambang internasional pertama, yang mengakhiri hubungan komersial dan bisnis mereka di Rusia.

Dilansir dari CNN Business Jumat (11/3), berikut daftar terbaru perusahaan energi dan tambang yang mengangkat kaki dari negara beruang merah:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. BP

BP, perusahaan minyak kelas dunia yang berbasis Inggris, melepas 19,75 persen kepemilikan saham di BUMN minyak Rusia Rosneft.

CEO BP Bernard Looney dan pengusaha Bob Dudley yang menduduki kursi dewan di Rosneft juga undur diri, di mana mereka pernah menjabat bersama CEO Rosneft Igor Sechin, sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin.

BP merupakan salah satu investor asing terbesar di Rusia. Bahkan, BP diketahui telah beroperasi lebih dari 30 tahun di Rusia.

Ketua BP Helge Lund menegaskan agresi militer Rusia ke Ukraina merupakan perubahan mendasar yang membuat dewan BP mengambil keputusan. "Menyimpulkan bahwa keterlibatan perusahaan di Rosneft tidak dapat dilanjutkan," ujarnya.

2. Equinor

Equinor,perusahaan minyak dan gas Norwegia, akan keluar dari usaha patungannya di Rusia. "Kita semua sangat terganggu oleh invasi ke Ukraina, kemunduran mengerikan bagi dunia," ungkap CEO Anders Opedal.

Perusahaan mengatakan memiliki US$1,2 miliar (setara Rp17,1 triliun; asumsi kurs Rp14.278 per dolar AS) dalam investasi jangka panjang di Rusia pada akhir tahun 2021.

Mirip dengan BP, perusahaan ini telah beroperasi di Rusia selama lebih dari 30 tahun dan juga memiliki perjanjian kerja sama dengan Rosneft.

3.Exxon Mobil

Perusahaan minyak lainnya yang hengkang dari Rusia adalah Exxon Mobile. Perusahaan migas asal AS itu menghentikan berbagai operasi di Rusia. Termasuk, meninggalkan operasi di proyek produksi minyak dan gas besar di Pulau Sakhalin di Timur Jauh Rusia.

Kini, proyek terakhir yang ditinggalkan adalah Sakhalin-1 yang disebut sebagai salah satu investasi langsung internasional terbesar di Rusia. Anak usaha Exxon memiliki 30 persen saham di proyek tersebut, sementara Rosneft juga memegang saham.

Dengan keluar dari proyek ini, Exxon akan mengakhiri lebih dari 25 tahun kehadiran bisnisnya di Rusia.

4.Rio Tinto

Rio Tinto, perusahaan tambang internasional, akan mengakhiri hubungan komersial dengan bisnis mereka di Rusia.

"Rio Tinto sedang dalam proses mengakhiri semua hubungan komersial yang dimilikinya dengan bisnis Rusia mana pun," imbuh Juru Bicara Perusahaan.

Pengumuman dari perusahaan Inggris-Australia itu datang setelah seorang top eksekutif mengungkapkan perusahaan sedang mencari sumber bahan bakar alternatif untuk operasi tembaga Mongolia di Oyu Tolgoi.

Penambang memiliki 80 persen saham di Queensland Alumina Ltd dalam usaha patungan dengan Rusal International Rusia, produsen aluminium terbesar kedua di dunia.

Perusahaan tidak berkomentar tentang bagaimana keputusannya untuk memutuskan hubungan dengan bisnis Rusia akan mempengaruhi transaksi Queensland Alumina dengan Rusal.

5.Shell

Shell Oil Company juga menarik bisnisnya dari perusahaan energi asal Rusia Gazprom, bersama dengan keterlibatannya dengan pipa gas alam Nord Stream 2 yang hampir sirna.

Perusahaan telah melepas berbagai saham mulai dari 27,5 persen saham di fasilitas gas alam cair Sakhalin-2, 50 persen saham proyek ladang di Salym, serta 50 persen saham proyek eksplorasi di semenanjung Gydan di barat laut Siberia.

CEO Shell Ben Van Beurden mengatakan pihaknya menyesalkan invasi yang dilancarkan Rusia dan menyebut aksi tersebut sebagai tindakan yang tidak masuk akal.

"Kami terkejut dengan hilangnya nyawa di Ukraina, yang kami sesalkan, akibat tindakan agresi militer yang tidak masuk akal yang mengancam keamanan Eropa," kata Beurden.

Shell juga telah memutuskan untuk berhenti membeli minyak dan gas Rusia dan akan menutup jaringan stasiun layanannya. Sebagai informasi, Shell telah memperoleh keuntungan hingga US$700 juta atau setara Rp9,99 triliun dari usahanya di Sakhalin dan Salym.

6.TotalEnergies

Raksasa minyak Perancis TotalEnergies mengutuk tindakan Rusia dan mengatakan tidak akan lagi memberikan modal untuk proyek-proyek baru di negara itu.

Perusahaan ini telah melakukan bisnis di Rusia selama 25 tahun, dan baru-baru ini membantu meluncurkan proyek besar gas alam cair di pantai Siberia.

[Gambas:Video CNN]



(tdh/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER