Faisal Basri Khawatir Daya Beli Warga Makin Lemah Usai Tarif PPN Naik

CNN Indonesia
Kamis, 24 Mar 2022 11:43 WIB
Ekonom senior Faisal Basri khawatir kebijakan pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 makin menekan daya beli masyarakat.
Ekonom senior Faisal Basri khawatir kebijakan pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 makin menekan daya beli masyarakat. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom senior Faisal Basri mengkritik kebijakan pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Pasalnya, kebijakan itu berpotensi menambah tekanan pada daya beli masyarakat yang belakangan ini loyo akibat pandemi dan kenaikan sejumlah harga barang kebutuhan pokok.

Ia menjelaskan konsumsi masyarakat Indonesia saat ini masih lemah. Kenaikan PPN sebesar 1 persen pun ia ramal akan cukup berpengaruh ke konsumsi masyarakat.

"Rasanya kurang bijak menambah tekanan pada daya beli masyarakat yang masih lemah," kata dia kepada CNN TV, Kamis (24/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisal menerangkan rencana pemerintah kembali mengerek PPN menjadi 12 persen pada 2025 mendatang juga akan menambah beban masyarakat. Pasalnya, saat ini kenaikan komoditas juga tengah terjadi akibat perang Rusia.

Tidak hanya itu, perubahan iklim juga membuat kenaikan harga pangan naik di mana-mana.

"Ini ancaman yang lebih besar daripada PPN, dan pada saat yang sama PPN ini menambah beban. Jadi seharusnya pemerintah menurunkan beban untuk menaikkan daya konsumsi masyarakat," sambungnya.

Ia berpendapat jika pemerintah bersikukuh menaikkan PPN, pertumbuhan ekonomi juga akan terganggu. Ia memperkirakan sampai 2024 pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan mencapai 5,5 persen.

[Gambas:Video CNN]

"Bahkan cenderung di 2023 akan di bawah 5 persen atau sekitar 5 persen saja, jauh dari harapan pemerintah ke level 7 persen," ujarnya.

Faisal menambahkan jika pertumbuhan ekonomi melemah, upaya mengentaskan masyarakat miskin pun makin sulit. Peningkatan pembukaan lapangan kerja juga semakin berat.

"Penyerapan tenaga kerjanya juga makin rendah, sehingga menurut saya ongkosnya lebih mahal dari pada tidak menaikkan PPN," ujarnya.

 

(mrh/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER