Transformasi Digital dan ESG Sukses Lambungkan Saham Petrosea
Revolusi industri 4.0 yang sudah berjalan terbukti mengubah wajah bisnis secara keseluruhan. Tak sedikit perusahaan yang tergerus dalam perjalanan revolusi ini, seperti bisnis ritel konvensional yang terdampak marketplace, atau pasar perusahaan keuangan yang harus menghadapi fintech.
Presiden Direktur PT Petrosea Tbk, Hanifa Indradjaya mengungkapkan, revolusi industri memberi dampak disrupsi di berbagai sektor industri, termasuk pertambangan dan energi. Sebagai perusahaan multi-disiplin di bidang kontrak pertambangan, rekayasa, pengadaan dan konstruksi, serta jasa minyak & gas bumi, Hanifa menyebut bahwa Petrosea menjalankan sejumlah langkah strategis guna merespons tuntutan bisnis era industri 4.0.
Menurutnya, respons tepat yang diambil perusahaan berdampak pada efisiensi operasional maupun peningkatan kinerja perusahaan. Hal ini terbukti antara lain melalui implementasi Project Minerva yang dimulai sejak 2018.
"Project Minerva telah menjadi langkah strategis bagi Petrosea untuk menerapkan digitalisasi dan teknologi demi meningkatkan kinerja operasional serta menjadikan Petrosea sebagai yang terdepan dalam hal technology adoption," ujar Hanifa.
Analis Reliance Sekuritas Indonesia, Alwin Rusli menyatakan, digitalisasi di Petrosea berperan penting menambah nilai bagi seluruh pemangku kepentingan. Secara spesifik, Project Minerva disebut berhasil menciptakan aktivitas operasional yang lebih terintegrasi, efisien, dan efektif, termasuk dalam pelaksanaan usaha, hingga mendongkrak kinerja keuangan perusahaan.
Perubahan signifikan pada kinerja keuangan Petrosea itu ditunjukkan lewat peningkatan total pendapatan perusahaan hingga lebih dari 2 kali lipat pada periode 2016-2021. Pada 2016, pendapatan Petrosea yang sebesar US$209,37 juta dollar, melambung menjadi US$415,74 juta, atau tumbuh sebesar 98,57 persen pada 2021.
Seiring, Petrosea juga berbalik mencatat keuntungan pada 2017. Dari yang sebelumnya rugi sebesar US$7,83 juta pada 2016, menjadi untung sebesar US$11,89 juta pada tahun berikutnya. Pertumbuhan positif tersebut berlanjut dengan membukukan keuntungan setiap tahun hingga mencapai US$33,95 juta pada 2021.
Capaian itu pun menjadi all time high performance yang pernah diraih di bawah kepemimpinan Hanafi. Pada 2016, total aset tercatat sebesar US$409,61 juta meningkat menjadi US$532,74 juta pada tahun 2021, atau tumbuh sebesar 30,06 persen.
"Selain itu, Petrosea juga berhasil mengurangi total debt sebesar 32,73 persen dari US$201,89 menjadi US$135,82 juta pada tahun 2021, yang merupakan hasil dari inisiatif manajemen liabilitas yang secara efektif dilakukan oleh perusahaan," kata Hanifa.
Sementara pada April 2022, Petrosea telah mencatat kapitalisasi pasar sebesar Rp2,96 triliun, atau meningkat lebih dari 900 persen dibandingkan awal tahun 2016.
Petrosea Peduli ESG
Masih menjadi rangkaian program transformasi digital Petrosea, Hanifa mengatakan bahwa sejak 2019, pihaknya menjalankan strategi 3D, yaitu Diversifikasi, Digitalisasi, dan Dekarbonisasi yang sekaligus merupakan komitmen perusahaan dalam implementasi prinsip berkelanjutan.
"Strategi 3D merupakan enabler dan pilar kunci untuk mengembangkan value proposition kepada seluruh pelanggan, investor dan stakeholder," katanya.
Hanifa menegaskan, transformasi akan dilanjutkan hingga menyeluruh demi kinerja yang lebih solid. Selain membangun organisasi perusahaan yang lebih terencana, Petrosea juga mengembangkan model bisnis terbaru sebagai respons atas berbagai perubahan. Tak hanya pada kinerja perusahaan, langkah tersebut juga berdampak pada saham perusahaan.
"Sudah menjadi tren dunia, emiten yang sukses dalam transformasi bisnis dan peduli pada penerapan ESG mendapat respons positif dari investor global. Pergerakan harga saham perseroan sejak 2018 menunjukkan tren tersebut," ujar Hanifa.
Pada awal 2018, saham Petrosea yang berada pada kisaran Rp1.660 per saham terkerek hingga kisaran Rp1.800 per saham di awal 2019. Hanifa menjelaskan, kepanikan pasar akibat pandemi sempat memangkas harga saham Petrosea hingga posisi terendah Rp905 per lembar pada 20 Maret 2020. Tetapi, pada akhir Desember 2020 terjadi rebound hingga kisaran Rp 1.950 per saham.
Hanifa mengatakan, sejak itu saham Petrosea terus meroket hingga ditutup pada posisi Rp2.930 pada 12 April 2022. Pada saat bersamaan, organisasi perusahaan yang lebih rapi dan ulet dalam kinerja turut berperan penting pada periode penuh tantangan seperti pascapandemi maupun era disrupsi digital. Petrosea dipastikan lebih siap menghadapi kondisi global saat ini.
"Seluruh pencapaian Petrosea selama periode ini merupakan validasi dari strategi yang tepat dengan eksekusi yang efektif untuk memastikan keberlanjutan usaha perusahaan di masa mendatang. Perusahaan juga menjadi lebih agile dan cost effective demi menghasilkan kinerja yang lebih baik lagi," ujar Hanifa.
Salah satu hasil yang didapat adalah ketika Petrosea dinobatkan sebagai satu-satunya perusahaan tambang asal Indonesia yang masuk dalam Global Lighthouse Network pada 2019, berdasarkan seleksi World Economic Forum. Sukses menjadi lighthouse company, Petrosea pun menjadi motor yang membantu perusahaan lain dalam mengaplikasikan teknologi industri 4.0, seperti Artificial Intelligence dan big data analytics.
Tak berhenti sebatas sebagai acuan di bidang transformasi digital, Petrosea juga berupaya menjadi model perusahaan modern dalam penerapan prinsip bisnis berkelanjutan lewat nilai-nilai keutamaan di bidang Environmental, Social & Governance (ESG). Tujuannya, mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
(rea)