Ekonom Was-was Tax Amnesty Jilid II Bikin Biaya Patuh Pajak Mahal

CNN Indonesia
Kamis, 21 Apr 2022 08:38 WIB
Ekonom menilai tax amnesty jilid II bisa memunculkan anggapan kalau wajib pajak patuh pajak biayanya lebih mahal dibandingkan yang melanggar.
Ekonom menilai tax amnesty jilid II bisa memunculkan anggapan kalau wajib pajak patuh pajak biayanya lebih mahal dibandingkan yang melanggar. Ilustrasi. (iStockphoto/designer491).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom sekaligus Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Santoso khawatir keputusan pemerintah membuka Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II memberi pesan bahwa biaya kepatuhan pajak lebih mahal ketimbang melanggar.

Pasalnya, PPS diselenggarakan dalam jarak waktu yang cukup dekat dengan tax amnesty jilid I pada 2016-2017 lalu. Selain itu, program ini membuat negara akan mengampuni wajib pajak yang tidak patuh bila mengungkap hartanya dengan tarif yang disesuaikan.

"Tax amnesty kalau tidak dikelola secara hati-hati justru dapat mengirimkan pesan yang salah ke masyarakat. Karena bisa memunculkan anggapan 'kalau patuh biaya kepatuhannya lebih mahal daripada tidak patuh', karena risiko tidak patuh kalau ketahuan tidak besar-besar amat sanksinya buat orang-orang tertentu," ujar Prianto dalam keterangan resmi, Rabu (20/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Senada, Managing Partner MUC Consulting Sugianto juga melihat PPS justru bisa menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Toh, ketika mereka tidak melaporkan hartanya akan ada program pengampunan.

"Kebijakan tax amnesty yang berulang justru bisa membangun kultur yang tidak bagus di masyarakat. Khawatir wajib pajak cenderung menunggu untuk menjalankan kepatuhan perpajakan karena seringnya tax amnesty dilakukan," tutur Sugianto.

Sementara Guru Besar Ilmu Kebijakan Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi UI Haula Rosdiana mengatakan tax amnesty seharusnya baru boleh digelar bila lima faktor pendukungnya sudah ada.

Kelima faktor itu yaitu ketersediaan data aset di luar negeri, sosialisasi masif ke mancanegara, kampanye yang melibatkan pejabat tinggi negara, regulasi yang serius tanpa pilihan tarif untuk opsi deklarasi aset, dan penyediaan instrumen investasi yang jelas.

"Sejauh ini, faktor-faktor penting yang mendukung keberhasilan tax amnesty maupun PPS belum terpenuhi," kata Haula.

Untuk itu, Haula memberi masukan ke pemerintah agar segera melengkapi faktor-faktor pendukung tax amnesty ke depan. "Jangan sampai PPS hanya mendapatkan penerimaan sesaat tetapi dalam jangka panjang tidak mencapai tujuan yang diharapkan, yakni meningkatnya kepatuhan sukarela wajib pajak," tandasnya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, per Rabu (20/4), PPS telah diikuti oleh 38.325 wajib pajak dengan total deklarasi harta mencapai Rp67,46 triliun. Dari pengungkapan itu, negara meraup setoran pajak penghasilan (PPh) Rp6,86 triliun.

[Gambas:Video CNN]



(uli/sfr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER