Uni Eropa sepakat untuk melarang impor minyak Rusia. Aksi ini sebagai tindak lanjut sanksi terhadap invasi militer Rusia ke Ukraina.
Minyak memang pendapatan utama Rusia. Masalahnya, Rusia juga merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga di dunia, setelah AS dan Arab Saudi.
Banyak negara-negara di Eropa yang menggantungkan diri terhadap pasokan minyak Rusia. Tidak terkecuali Jerman, negara dengan ekonomi terbesar di Uni Eropa, yang mengandalkan lebih dari separuh kebutuhan energi mereka dari Rusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara-negara di Eropa lainnya juga seperti Jerman, mengandalkan pasokan minyak mereka dari Rusia. Jika aksi boikot diberlakukan, tentu mereka akan kekurangan pasokan.
Badan Energi Internasional (IEA) memprediksi aksi boikot tersebut bakal mengakibatkan kekurangan pasokan minyak mentah di dunia hingga 2,2 juta barel per hari (bph).
Memang, negara-negara Timur Tengah menguasai hampir separuh dari cadangan minyak dunia.
Tetapi, akankah negara-negara Timur Tengah menjadi penyelamat?
Lihat Juga : |
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab
Mengutip CNN Business, Selasa (10/5), Kepala Koresponden OPEC di Energy Intelligence Amena Bakr mengatakan kedua negara ini memiliki peran paling besar terhadap kapasitas cadangan minyak, yakni sekitar 2,5 juta bph.
Tetapi, Arab Saudi sendiri telah berulang kali menolak permintaan AS untuk meningkatkan produksi di luar kuota yang disepakati dengan Rusia dan produsen non-OPEC lainnya.
Selain itu, CEO Qamar Energy di Dubai Robin Mills menuturkan pengalihan pengiriman minyak dari Asia ke Eropa bisa saja dilakukan, tetapi tentu akan menimbulkan biaya.
Tidak cuma itu, pengalihan pengiriman juga akan membahayakan kemitraan strategis yang sedang berkembang antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan pembeli utama, China.
Irak
Secara teori, kata CEO dan Kepala Penelitian Minyak di CMarkits London Yousef Alshammari, Irak bisa memompa minyak ekstra hingga 660 ribu bph dari produksinya saat ini sekitar 4,34 juta bph. Toh, kapasitas produksi maksimum Irak di kisaran 5 juta bph.
Namun, Irak kekurangan infrastruktur untuk meningkatkan produksi minyak. Kalau pun investasi membangun infrastruktur yang diperlukan tentu akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya bisa dinikmati.
"Harus diingat, minyak membutuhkan investasi dan investasi membutuhkan waktu untuk bisa menghasilkan," kata Bakr.
Libya
Libya memang menghasilkan banyak minyak. Namun, ladang minyak Libya juga kerap mengalami gangguan karena ketegangan politik berkelanjutan.
Pada akhir April lalu, National Oil Corporation (NOC) menyebut Libya kehilangan lebih dari 550 ribu bph produksi minyak mereka dari pemblokiran ladang minyak utama dan terminal ekspor oleh kelompok-kelompok yang memprotes kebijakan politik. Satu kilang rusak akibat bentrokan senjata.
NOC sudah mencabut status force majeure di satu terminal minyak pada awal bulan ini. Tetapi, gangguan tetap saja terjadi dan menjadi penyebab utama kekhawatiran.
"Hampir tidak mungkin mengandalkan Libya untuk meningkatkan kapasitas cadangan. Karena beberapa produksinya telah offline selama bertahun-tahun di tengah ketidakstabilan dan force majeure berulang kali di ladang minyak utama mereka," terang Alshammari.
Lihat Juga : |