Putin Balas Dendam, Haramkan Gazprom Kerja Sama dengan AS Dkk
Pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin mulai mengambil langkah membalas dendam 'sanksi' AS, Uni Eropa, dan negara sekutunya melalui Gazprom, perusahaan gas negara.
Mengutip Reuters, Kamis (12/5), Putin melarang entitas Rusia, termasuk Gazprom, menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang masuk daftar sanksi Pemerintah Rusia.
Selain itu, Putin secara eksplisit juga melarang ekspor produk dan bahan mentah kepada individu atau pun entitas dalam daftar sanksinya.
Lihat Juga : |
Menurut dia, deklarasi perang ekonomi adalah respons atas sanksi ekonomi dari AS dan negara-negara sekutunya. "AS dan sekutunya hendak mencabut hak milik Federasi Rusia, warga negara Rusia, dan badan hukum Rusia," ujarnya.
Kantor berita Rusia Interfax melaporkan daftar entitas yang terkena sanksi mencakup pemilik pipa Yamal di Polandia EuRoPol Gaz, Gazprom Germania, dan 29 anak perusahaan Gazprom Germania di Swiss, Hungaria, Inggris, Prancis, Bulgaria, wilayah Benelux, AS, Swiss, Rumania, dan Singapura.
Gazprom merupakan salah satu pemasok gas alam terbesar di Eropa yang menyalurkannya lewat pipa Yamal dan memiliki kontribusi besar terhadap kebutuhan gas di Eropa, khususnya untuk keperluan sektor industri dan rumah tangga.
Operator Gazprom di Jerman, yang mengolah gas dari Rusia, mencakup seluruh rantai gas, mulai dari transmisi pipa hingga penyimpanan dan pasokan ke grosir dan pengecer.
Gazprom melepas kepemilikan perusahaan tersebut bulan lalu tanpa penjelasan, sehingga regulator jaringan energi diambil alih oleh pihak Jerman.
Namun, dampak langsung dari sanksi Rusia belum mengganggu pemasokan gas ke Eropa. Sebab, data dari operator pipa Gascade menunjukkan gas alam dari pipa Yamal-Eropa masih mengalir.
Sebelumnya, Rusia berhenti menjual gas alam ke Polandia dan Bulgaria. Hal tersebut dilakukan karena kedua negara itu menolak untuk membayar transaksi menggunakan mata uang rubel.
Hal ini merupakan bagian dari ultimatum Rusia kepada negara-negara yang tidak bersahabat bahwa mereka harus membayar transaksi energi menggunakan rubel mulai 1 April 2022.
Jika tidak memenuhi aturan itu, Rusia akan memutus pasokan kepada negara-negara tersebut.