Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan ada dua jalan keluar dari fenomena ekonomi dengan inflasi tinggi yang memicu resesi atau stagflasi yang tengah membayangi perekonomian dunia.
Tapi katanya, masing-masing jalan keluar punya dampak menyakitkan bagi ekonomi.
"Stagflasi memberikan opsi yang dua-duanya painfull (menyakitkan)," ucap Ani, sapaan akrabnya di acara Webinar Perempuan Tangguh dalam Ekspor Berkelanjutan, Jumat (20/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ani menjelaskan jalan keluar pertama adalah mengendalikan inflasinya lebih dulu. Kebijakan ini bisa dilakukan oleh bank sentral melalui normalisasi moneter.
Hal ini biasanya dilakukan dalam bentuk menaikkan tingkat suku bunga acuan. Selain itu, juga dengan mengurangi likuiditas di pasar.
"Kalau mau menjaga inflasi dengan menjaga stabilitas, the cost of economy-nya slow down, dan itu berarti tadi, jadi resesi," kata Ani.
Jalan keluar kedua adalah menjaga pertumbuhan ekonomi lebih dulu.
"Tapi nanti inflasinya tetap tinggi. Kalau peribahasa Indonesia gampang, kamu mau sebelah kiri, bapak kamu dimakan harimau atau sebelah kanan, ibu kamu dimakan buaya? Dua dua tidak ada opsi yang mudah," lanjutnya.
Dari sini, bendahara negara menyimpulkan bahwa fenomena stagflasi merupakan tantangan baru yang tidak mudah dalam menjaga perekonomian Indonesia.
"Karena stagflasi bagi pembuat keputusan, terutama moneter dan fiskal, menteri keuangan dan gubernur bank sentral memberikan dilema yang sangat tidak mudah," pungkasnya.
(uli/agt)