Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperketat syarat permintaan Barang Milik Negara (BMN) bagi kementerian/lembaga.
"Sekarang terus terang betul, perintah dari Bu Menteri dan Pak Dirjen kita sekarang makin ketat kalau ada permohonan pengadaan barang," ungkap Direktur Barang Milik Negara (BMN) DJKN Encep Sudarwan acara media gathering di Kantor Kemenkeu, Senin (23/5).
Salah satunya, kini ada batas pemberian BMN alias standar bagi kementerian/lembaga yang mengajukan permohonan untuk menambah BMN, baik itu gedung, kendaraan, atau aset lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Artinya, jika sebuah kementerian/lembaga mengajukan permohonan, jumlah aset BMN yang masih di tangan harus dihapuskan terlebih dahulu agar tidak melebihi standar.
"Sekarang karena udah ada sistem yang ketat. Jadi kalau minta lima, harus dihapus lima. Makanya ada laporan BMN. Jadi semua K/L harus melaporkan barang milik negara, mulai dari gedung, bangunan, jalanan, jembatan, dan lainnya" ucapnya.
Encep menjelaskan bahwa penghapusan aset dapat dilakukan dengan melelang, menjual, atau menyerahkannya kembali ke Kemenkeu. Dengan demikian, nilai aset dapat dikembalikan dalam bentuk hasil lelang.
"Nanti ada yang dihapus dengan dijual, lelang atau memang sudah hancur lebur karena terjun ke jembatan karena kecelakaan. Jadi itu permohonan diajukan untuk dihapuskan. Kan itu udah beres di Kementerian Keuangan pajak dari hasil lelang," kata Encep.
Lihat Juga : |
Sebelumnya, Kemenkeu melaporkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pemanfaatan BMN turun dalam tiga tahun terakhir. Hal ini terjadi pada periode 2019 sampai 2021.
Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi Kementerian Keuangan Purnama T Sianturi memaparkan PNBP dari pemanfaatan BMN tercatat sebesar Rp505 miliar pada 2017. Kemudian, angkanya naik menjadi Rp1,57 triliun pada 2018.
Namun, PNBP dari BMN turun menjadi Rp522 miliar pada 2019. Penurunan kembali terjadi pada 2020 menjadi Rp423 miliar dan 2021 tersisa menjadi Rp366 miliar.
(tdh/bir)