Warga soal Kelas Standar BPJS: Skenario Terburuk, Tunggakan Makin Jadi
Masyarakat angkat suara soal rencana pemerintah menerapkan kelas standar BPJS Kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Jika tidak ada aral melintang, layanan kelas standar akan diberlakukan mulai Juli 2022. Jika benar, artinya tidak ada lagi kelas I, II, dan III seperti yang diterapkan selama ini.
Layanan BPJS Kesehatan nantinya akan menjadi satu kelas, dengan biaya iuran dan layanan yang sama rata.
Ada dugaan kemungkinan biaya iuran yang dipatok adalah nilai tengah dari tarif kelas I-III. Saat ini, kelas I dipatok Rp150 ribu, sedangkan kelas III dipatok Rp35 ribu.
Berkaca dari fakta tersebut, Wisnu (25), salah satu karyawan swasta di Bandung mengingatkan kesanggupan bayar masyarakat kelas bawah harus jadi perhitungan pemerintah. Menurut dia, jangan sampai tarif yang nantinya ditentukan malah membuat sebagian peserta susah bayar.
"Jangan sampai mereka jadi nunggak dan bayar denda atau jadi nggak bisa dapat fasilitas kesehatan BPJS karena memilih tidak ikut," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/6).
Senada, pegawai swasta asal Cimahi bernama Umar (25) memandang keputusan pemerintah untuk menetapkan kelas standar BPJS Kesehatan memiliki dampak positif dan negatif.
Pria yang ikut kepesertaan BPJS Kesehatan kelas II itu menyebut sisi positifnya administrasi di lapangan jadi lebih mudah. Sebab, golongan kepesertaan jadi lebih sederhana.
Sedangkan sisi negatifnya tarif iuran untuk peserta kelas III bisa naik. Dengan begitu, ada potensi menunggak dari para peserta yang memang merasa berat untuk membayar iuran.
"Kemungkinan terburuknya, niat pemerintah yang baik mengenai sistem BPJS buat masyarakat malah jadi banyak menunggak atau bahkan keberlanjutan masyarakat dalam membayar BPJS nya sendiri," terang dia.
Sementara, Ananda (24), seorang pegawai swasta, mengaku tidak keberatan bila pemerintah menerapkan satu kelas untuk BPJS Kesehatan. Asalkan, fasilitas yang diterimanya nanti tidak menurun sebagai peserta kelas I.
"Kalau misalkan suatu saat disamaratakan aku sih it's ok, nggak apa-apa. Tapi aku gak mau kalau setelah disamaratakan malah fasilitas aku yang turun karena di awal aku sudah bayar Rp150 ribu, terus sekarang disamaratakan," imbuhnya.
Dia menyadari dengan kelas standar, mungkin besaran iurannya di kelas I turun, tapi itu tidak mau membuat fasilitas yang diterima jadi ikut turun. Oleh karena itu, Ananda mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan fasilitas yang akan didapat peserta jika kelas standar diterapkan.
Ia juga berpendapat lebih baik membayar sedikit mahal tapi fasilitas yang didapat bagus, dibandingkan bayar murah tapi fasilitasnya malah jadi turun.
"Bukannya aku gak mikirin orang menengah ke bawah, tapi kita sama-sama bayar juga. Ketika yang mampu bayar iuran lebih, misal di atas Rp85 ribu, ya fasilitasnya juga harus mumpuni," kata Ananda.