Presiden Jokowi menerbitkan aturan baru tentang pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Aturan itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas PP Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN.
Dalam beleid itu, Jokowi mewajibkan seluruh komisaris BUMN bertanggung jawab jika perusahaan yang mereka kelola rugi. Kewajiban tertuang dalam Pasal 59 ayat 2.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas," tulis PP tersebut seperti dikutip pada, Senin (13/6).
Namun, anggota komisaris dan dewan pengawas tak perlu bertanggung jawab jika BUMN yang dikelolanya rugi jika sudah melakukan pengawasan dengan itikad baik, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah kerugian.
Jokowi juga mengizinkan Menteri BUMN Erick Thohir menggugat anggota direksi perusahaan plat merah ke pengadilan jika ikut jadi penyebab perusahaan rugi.
Hal itu tercantum dalam pasal 27 ayat 3 yang menerangkan bahwa menteri dapat melayangkan gugatan kepada pengadilan atas nama perusahaan jika ada kelalaian atau kesalahan dalam cara anggota direksi mengelola perusahaan BUMN.
Tak hanya itu, Jokowi juga melarang anggota direksi BUMN menjadi pengurus partai politik, calon legislatif (caleg) hingga calon pimpinan kepala maupun wakil kepala daerah.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan regulasi ini sudah tepat dan bisa meningkatkan kinerja BUMN. Menurutnya, aturan itu juga menjadi peringatan dari presiden agar komisaris bisa bekerja secara maksimal.
"Dewan komisaris tidak bisa lagi sekadar 'hiasan' saja di kepengurusan BUMN, namun juga harus berfungsi aktif menjalankan tugas pengawasan kinerja BUMN," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Oleh karena itu, kata Toto, memang dibutuhkan kualifikasi yang memadai untuk menjadi dewan komisaris. Jika mereka tidak bekerja dengan baik maka sanksi bisa dijalankan.
Toto mengatakan hal tersebut juga bisa berlaku untuk dewan direksi. Apabila mereka memiliki kinerja buruk bisa langsung dituntut oleh pemegang saham yang diwakili menteri BUMN.
Adapun sanksi yang bisa dikenakan kepada dewan komisaris atau dewan direksi yang ikut merugikan BUMN secara sengaja, menurut Toto bisa dikenakan sesuai Undang-Undang Korporasi. Kesalahan yang disengaja dan atau karena kelalaian yang dilakukan maka tuntutan hukum bisa diajukan kepada mereka.
Namun, tuntutan terhadap dewan direksi itu harus sesuai dengan prinsip Business Judgement Rule (BJR). Prinsip tersebut mengatur apabila direksi melakukan suatu aksi korporasi harus didasarkan pada pertimbangan kajian mendalam, mitigasi risiko yang optimal, dan tidak ada benturan kepentingan.
"Kalau kemudian setelah pertimbangan ini ternyata proyek tadi masih merugi, maka itu namanya risiko bisnis. Dan untuk hal tersebut maka dewan direksi tidak bisa dituntut meskipun aksi korporasi tadi hasilnya rugi," sambung Toto.
Toto kembali menegaskan, PP Nomor 23 Tahun 2022 adalah upaya perbaikan di sisi pemerintahan, sehingga kemungkinan terjadinya kinerja buruk BUMN akibat lemahnya manajemen dan fungsi pengawasan dewan komisaris bisa dicegah.
"Yang penting implementasinya lugas dan tidak tebang pilih," kata dia.