Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai ritel akan kesulitan untuk menjual harga minyak goreng curah kemasan sederhana Rp14 ribu. Pasalnya, pengusaha akan butuh biaya besar untuk mendistribusikan produk itu ke sejumlah wilayah.
"Mungkin harganya tidak fix Rp14 ribu karena ada biaya-biaya lain juga untuk distribusi," ungkap Tauhid.
Kalau mau, kata Tauhid, pemerintah memberikan bantuan atau insentif kepada ritel untuk biaya distribusi. Dengan begitu, perusahaan ritel bisa menekan biaya operasional dan menjual minyak goreng curah kemasan sederhana dengan harga murah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau untuk toko atau pasar biasa kan bisa pemerintah bantu distribusikan, mungkin pakai jaringan Bulog. Tapi kalau minimarket ya pemerintah bantu juga, ada harga yang ditanggung pemerintah," jelas Tauhid.
Jika tidak demikian, maka mustahil menjual minyak goreng curah kemasan sederhana Rp14 ribu per liter. Tauhid memproyeksi produk itu dibanderol Rp16 ribu-Rp17 ribu per liter di minimarket kalau tak ada intervensi dari pemerintah.
"Saya pernah hitung kalau harga keseimbangan itu Rp20 ribu atau Rp18 ribu, berarti kalau mau turun ya dari hulu turun atau biaya diturunin jadi bisa dijual Rp16 ribu-Rp17 ribu. Harus ada subsidi pemerintah," ungkap Tauhid.
Di sisi lain, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan tak mustahil bagi ritel untuk menjual minyak goreng curah kemasan sederhana sebesar Rp14 ribu. Semua bisa dilakukan asal ada regulasi jelas dan dukungan dari pemerintah.
"Bisa saja, kalau masalah distribusi seperti itu ya ritel bisa," ungkap Anthony.
Namun, ia khawatir kehadiran minyak goreng curah kemasan sederhana di minimarket akan membuat minyak goreng kemasan premium tak laku. Sebab, harga dua produk itu berbeda jauh.
"Masalahnya kanibal tidak kemasan sederhana dengan kemasan premium. Nanti akan laku terus minyak kemasan sederhana, yang premium jadi tidak laku," terang Anthony.
Ujung-ujungnya, minyak goreng kemasan sederhana akan cepat habis karena terus diserbu pembeli. Lalu, barang tersebut berpotensi langka dan mau tak mau masyarakat beli minyak goreng yang mahal.
"Dualisme harga itu agak sulit, ada kemasan sederhana dan premium itu sulit kecuali ada perbedaan market yang jelas. Ini market (minyak goreng kemasan sederhana dan premium) hampir sama," tutup Anthony.
(agt)