
Bank Dunia Sangsi Uang Digital Langsung Kerek Inklusi Keuangan

Bank Dunia (World Bank) menilai keberadaan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) tak otomatis mengerek inklusi keuangan di suatu negara.
"Saya pikir CBDC tak menjamin akses (keuangan) dan tidak serta merta berkontribusi langsung pada inklusi keuangan," ungkap Lead Financial Sector Specialist Payment System Development Group Bank Dunia Harish Natarajan dalam FEKDI 2022 di Bali, Selasa (12/7).
Ia memandang bank sentral perlu benar-benar meracik CBDC agar semua pihak dapat mengakses mata uang digital tersebut. Misalnya, aplikasi pembelian CBDC bisa diakses dengan mudah dan nyaman bagi masyarakat.
Lihat Juga : |
"Perlu jenis struktur sedemikian rupa sehingga dapat diakses melalui ponsel atau alat digital lain yang tersedia untuk populasi umum," tutur Natarajan.
Lalu, bank sentral juga harus memastikan perlindungan data dan privasi bagi masyarakat yang memiliki CBDC. Dengan demikian, masyarakat tak takut untuk bertransaksi menggunakan mata uang digital.
"Perlindungan data dan privasi akan sangat menjadi penting. Itu adalah kunci utama," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Division Chief in the Monetary and Capital Markets Department IMF Tommaso Mancini Griffoli mengatakan keberadaan CBDC berpotensi mengancam bisnis bank komersial dan memicu krisis keuangan.
Lihat Juga : |
"Dalam hal CBDC yang dikhawatirkan adalah pelarian dari simpanan bank. Inilah jalur krisis yang benar-benar nyata," ujar Griffoli.
Menurut Griffoli, bank komersial bisa menyiasati situasi tersebut dengan menawarkan bunga deposito lebih tinggi. Dengan demikian, nasabah akan tetap menempatkan uang mereka di bank komersial.
"Bank dapat menanggapi arus keluar CBDC dengan bunga yang tinggi," imbuhnya.
Sementara, Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan buku panduan rupiah digital pada akhir 2022.
Deputi BI Doni P Joewono mengatakan terdapat enam tujuan dalam menerbitkan rupiah digital. Pertama, menyediakan alat pembayaran digital yang bebas risiko.
Kedua, memitigasi risiko non sovereign digital currency. Ketiga, memperluas efisiensi dan tahapan sistem pembayaran termasuk cross border.
Keempat, memperluas dan mempercepat inklusi keuangan. Kelima, menyediakan instrumen kebijakan moneter baru. Keenam, memfasilitasi distribusi subsidi fiskal.