Jakarta, CNN Indonesia --
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meresmikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan kebijakan ini akan memberikan kemudahan bagi masyarakat karena tak perlu repot-repot lagi mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mendapatkan NPWP. Sebab, integrasi NIK menjadi NPWP sudah berjalan.
"Orang wajib pajak kini dapat menggunakan NIK dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya," ungkap Suryo dalam keterangan resmi yang dirilis Selasa (19/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan baru 19 juta NIK yang terintegrasi dengan NPWP. Hal ini berarti wajib pajak yang bisa melapor SPT menggunakan NIK masih kurang dari 10 persen penduduk Indonesia.
"Baru 19 juta NIK yang kami dapat lakukan pemadanan dengan Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil)," kata Suryo.
Sementara, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah menerapkan format baru NPWP mulai 14 Juli 2022.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK/03/2022 tentang NPWP bagi Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
Ia mengatakan terdapat tiga format NPWP dalam aturan baru. Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK. Penduduk di sini adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang tinggal di Indonesia.
Kedua, wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan nomor identitas tempat kegiatan usaha.
NPWP format baru masih akan digunakan secara terbatas pada layanan perpajakan hingga 31 Desember 2023. Salah satunya untuk login ke aplikasi pajak.go.id.
"Baru mulai 1 Januari 2024, di mana Coretax sudah beroperasi, penggunaan NPWP format baru akan efektif diterapkan secara menyeluruh, baik seluruh layanan DJP maupun kepentingan administrasi pihak lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP," papar Neilmaldrin.
Sementara, bagi wajib pajak sudah memiliki NPWP, maka NIK sudah otomatis berfungsi sebagai NPWP format baru. Meski begitu, masih ada beberapa NIK wajib pajak yang berstatus belum valid karena data tersebut belum padan dengan data kependudukan, misalnya alamat tempat tinggal yang berbeda dengan data kependudukan.
"Kalau begitu, DJP akan melakukan klarifikasi bagi NIK yang statusnya belum valid melalui DJP online, e-mail, kring pajak atau saluran lain," terang Neilmaldrin.
Lalu, NIK wajib pajak selain orang pribadi yang berstatus belum valid hanya perlu menambahkan angka nol di depan NPWP lama atau format 15 digit. Kemudian, wajib pajak cabang akan diberikan nomor identitas tempat tinggal kegiatan usaha oleh DJP.
Di samping itu, wajib pajak yang belum memiliki NPWP sampai sekarang bisa mengajukan permohonan agar NIK bisa diaktivasi sebagai NPWP. Nantinya, wajib pajak tersebut akan diberikan NPWP dengan format 15 digit yang bisa digunakan sampai 31 Desember 2023.
"Ketentuan teknis selengkapnya seperti bagaimana prosedur aktivasi NIK saat ini sedang dalam tahap penyusunan di internal DJP dan akan segera diterbitkan," jelas Neilmaldrin.
Lantas, apakah integrasi NIK menjadi NPWP sebenarnya akan berdampak signifikan meningkatkan kepatuhan pajak di dalam negeri?
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat integrasi NIK menjadi NPWP tak serta merta mengerek penerimaan pajak secara signifikan. Bahkan, ia sangsi masyarakat akan menggunakan NIK untuk melapor SPT selama NPWP masih bisa digunakan.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Pasalnya, masyarakat sudah terbiasa menggunakan NPWP untuk melapor SPT. Lagi pula, seluruh karyawan yang selama ini menjadi wajib pajak juga harus memiliki NPWP sebagai syarat dari perusahaan untuk mendapatkan gaji.
"Jadi kebijakan NIK menjadi NPWP itu tak bisa dipandang ini efektif lho karena perusahaan juga minta NPWP untuk gaji. Kemudian tiba-tiba ada kebijakan NIK jadi NPWP, ya jadi tidak terlalu berpengaruh," ungkap Trubus.
Selain itu, literasi digital masyarakat masih rendah. Mentok-mentok, hanya warga ibu kota atau masyarakat kelas menengah atas yang mengerti penggunaan NIK menjadi NPWP.
"Jangka pendek tidak efektif karena masyarakat akan tetap pakai NPWP, literasi digital di Indonesia jelek. Jadi mungkin orang bakal tetap pakai NPWP untuk mengurus pajak karena kebiasaan," ujar Trubus.
Ia menilai dampak integrasi NIK menjadi NPWP baru akan terasa signifikan dalam jangka panjang. Sebab, perlu sosialisasi cukup lama agar masyarakat benar-benar mengerti penggunaan NIK sebagai pengganti NPWP.
"Yang namanya kebijakan publik ada dampak jangka pendek dan panjang," imbuhnya.
Namun, ia berpendapat jumlah masyarakat yang melapor SPT dengan NPWP akan lebih banyak ketimbang NIK sampai penggunaan NPWP benar-benar dilarang oleh pemerintah.
"Apakah kemudian berdampak luas dalam hal ini penerimaan pajak, ya tidak tambah banyak juga. Ada perubahan tapi kecil karena sebenarnya pakai NPWP juga efektif sekarang," terang Trubus.
Tambah Basis Data Pajak
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Faisal mengatakan integrasi NIK menjadi NPWP berpotensi menambah basis data pajak. Sebab, tak semua wajib pajak memiliki NPWP sekarang.
"Data NPWP kan tidak sebanyak NIK," ucap Faisal.
Menurut dia, masih banyak masyarakat yang belum punya NPWP meski sudah bekerja. Hal ini khususnya mereka yang mencari nafkah di sektor informal dan tinggal di desa.
"Jadi NIK bisa meng-cover lebih luas wajib pajak," katanya.
Meski begitu, ia juga sepakat dengan Trubus bahwa integrasi NIK menjadi NPWP tak otomatis menaikkan penerimaan pajak secara signifikan.
"Apa lantas berdampak pada kenaikan pajak, belum. Ini bertahap, tidak langsung," ujar Faisal.
Menurut dia, dampak jangka pendek hanya sebatas penambahan basis data pajak. Dari situ, pemerintah akan memiliki data masyarakat mana saja yang sebenarnya merupakan subjek pajak dari sisi penghasilan atau transaksi digital.
"Dalam jangka panjang seharusnya sistemnya bagus, jadi logikanya pemerintah bisa tahu masyarakat yang bekerja informal tapi gaji di atas batas minimal dikenakan pajak, pemerintah bisa deteksi lewat transaksi digital. Kalau NPWP kan dari gaji," jelas Faisal.
Senada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan integrasi NIK menjadi NPWP efektif untuk menaikkan jumlah wajib pajak. Hal itu akan memudahkan masyarakat dalam mengurus pajak tanpa harus repot-repot memiliki NPWP.
"Untuk meningkatkan jumlah wajib pajak, tentu integrasi NIK menjadi NPWP akan sangat efektif," ujar Nailul.
Hanya saja, ia ragu tingkat kepatuhan juga akan ikut meningkat. Sebab, ada dua jenis wajib pajak.
Pertama, wajib pajak efektif yang berarti seseorang wajib melapor SPT setiap tahun. Kedua, wajib pajak non efektif yang berarti seseorang tidak diharuskan untuk melaporkan SPT.
Dengan integrasi NIK menjadi NPWP, sambung Nailul, maka akan memperbesar data basis pajak karena siswa SMA, mahasiswa, sampai ibu rumah tangga yang tak memiliki penghasilan akan menjadi wajib pajak. Namun, mereka masuk kategori wajib pajak non efektif karena tak berpenghasilan, sehingga tak punya kewajiban melapor SPT setiap tahun.
Ia menduga jumlah wajib pajak non efektif akan lebih banyak dibandingkan dengan wajib pajak efektif. Hal ini berarti masyarakat yang tak berpenghasilan akan lebih banyak daripada masyarakat yang mendapatkan gaji setiap bulan.
"Dengan demikian, tingkat kepatuhan pajak (dihitung dari wajib pajak yang melapor SPT) bisa menurun," jelas Nailul.
[Gambas:Video CNN]