Pemerintah Amerika Serikat (AS) mulai ketar-ketir karena perusahaan energi milik negara Rusia Gazprom yang mengurangi aliran gas ke Uni Eropa (UE).
Koordinator Presiden untuk Energi Global AS Amos Hochstein khawatir Eropa akan mengalami krisis gas untuk melewati musim dingin. Ia menyebut hal itu dapat menjadi bumerang bagi AS karena ancaman krisis itu juga bisa mengerek harga gas alam dan listrik di Negeri Paman Sam.
"Ini adalah ketakutan terbesar kami," kata Hochstein seperti dikutip dari CNNBusiness pada Jumat (29/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, ia juga mengatakan ancaman krisis gas itu akan menjadi ujian utama ketahanan dan persatuan Eropa dalam melawan Rusia. Pasalnya, Negeri Beruang Merah belum menunjukkan tanda-tanda mundur dari Ukraina.
Sebagai langkah antisipasi, Hochstein melakukan perjalanan ke Paris dan Brussel untuk membahas perencanaan darurat dengan satuan tugas energi AS-UE.
AS dan Belgia memohon kepada anggota UE untuk menghemat gas dan menyimpannya untuk musim dingin. Para menteri energi akhirnya sepakat untuk memotong penggunaan gas sebesar 15 persen dari Agustus 2022 hingga Maret 2023.
Selain itu, para pejabat juga mengatakan akan ada diskusi dalam beberapa waktu mendatang. Diskusi itu untuk membahas peningkatan produksi tenaga nuklir di seluruh Eropa demi mengimbangi kekurangan gas.
Sebenarnya, Jerman berencana untuk sepenuhnya menghentikan penggunaan tenaga nuklirnya pada akhir 2022. Namun para pejabat AS berharap dapat meyakinkan Jerman untuk memperpanjang umur tiga pembangkit listrik tenaga nuklirnya yang tersisa di tengah krisis energi.
Sebelumnya, Gazprom mengurangi aliran gas melalui pipa Nord Stream 1 mulai Rabu (27/7). Perusahaan itu berdalih penghentian yang dilakukan pada arteri vital penghubung cadangan gas besar Rusia ke Eropa melalui Jerman itu terjadi karena turbin sedang diperbaiki.
Pengumuman penghentian terjadi beberapa hari setelah Gazprom melanjutkan pengiriman gas melalui pipa Nord Stream 1. Sebelumnya, pipa pernah ditutup 10 hari untuk pemeliharaan terjadwal.
"Karena berakhirnya waktu yang ditentukan sebelum perbaikan (sesuai dengan pemberitahuan Rostekhnadzor dan dengan mempertimbangkan kondisi teknis mesin yang relevan), Gazprom mematikan satu lagi turbin gas yang diproduksi oleh Siemens di (stasiun kompresor) Portovaya," kata perusahaan.
Meski demikian, banyak yang khawatir setelah perbaikan itu Rusia tidak melanjutkan pengiriman gas lagi untuk membalas sanksi yang diberlakukan Eropa.
Pipa Nord Stream 1 menghasilkan 55 miliar meter kubik gas per tahun. Jumlah itu hampir 40 persen dari total impor pipa Eropa dari Rusia.
Kalau pengurangan gas melalui pipa Nord Stream 1 dilakukan, hal itu akan mempengaruhi transfer gas ke negara-negara Eropa lainnya seperti Prancis, Austria dan Republik Ceko.
(mrh/dzu)