ANALISIS

Curiga Harga Pertalite Bakal Naik Karena Pasokan Pertamina Kritis

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Selasa, 16 Agu 2022 07:08 WIB
Pengamat curiga kuota Pertalite sudah menipis, bahkan diperkirakan habis paling lama pertengahan Oktober 2022. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pasokan BBM jenis Pertalite mendadak kosong di sejumlah SPBU Pertamina di Jakarta dan Bogor beberapa hari terakhir.

Salah satu petugas di SPBU Pasar Minggu, Jakarta Selatan, M Sholeh mengatakan pasokan Pertalite turun pada pekan lalu. Bahkan, tak jarang pasokan kosong.

"Kadang ada, kadang tidak. Pasokannya belum lancar banget. (Kemarin-kemarin) lancar, sekarang agak mulai kendur sudah seminggu. Sempat kosong 2 hari pas Selasa sama Jumat," terang Sholeh, Sabtu (13/8).

Pemandangan serupa terlihat di SPBU Jatipadang, Jakarta Selatan. Stok Pertalite juga kosong melompong.

Akibatnya, sejumlah pengendara yang mau mengisi BBM terpaksa membeli BBM jenis Pertamax. Mereka terpaksa merogoh kocek lebih dalam karena harganya mencapai Rp12.500-Rp13 ribu per liter, jauh lebih mahal dari Pertalite yang cuma Rp7.650 per liter.

Kelangkaan Pertalite di ibu kota terus terjadi sampai awal pekan ini, Senin (15/8). Petugas SPBU di kawasan Warung Buncit bahkan menuliskan 'pertalite habis' di depan gardu antrean mobil dan motor, serta di mesin pengisian.

Tak hanya di Jakarta, kelangkaan Pertalite juga terjadi di Bogor. Salah satu warga bernama Rorien mengaku kesulitan mencari BBM subsidi itu pada pekan lalu.

"Dari dua hari yang lalu sulit cari Pertalite, Pertamax juga. Sudah cari sampai empat SPBU masih kosong," ujar Rorien.

Senasib, Solihin juga kesusahan mendapatkan Pertalite di Bogor. Hal itu membuat Pertamax dan Pertamax turbo diserbu masyarakat.

"Hampir 80 persen SPBU di Bogor, Pertalite kosong semua. Bahkan Pertamax dan Pertamax turbo habis diburu masyarakat karena kosongnya Pertalite," kata Solihin.

Meski begitu, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting memastikan tidak ada pembatasan penyaluran Pertalite. Proses distribusi masih normal sampai sekarang. "Masih normal, belum ada pembatasan," kata Irto.

Bahkan, ia mengklaim pasokan pertalite masih kuat sampai 17 hari ke depan dan manajemen terus memproduksi jenis BBM tersebut.

Sementara, Area Manager Communication, Relation, & CSR Regional Jawa Bagian Barat Eko Kristiawan mengatakan permintaan Pertalite meningkat. Tapi, stok bbm tersebut masih aman.

"Kami mengimbau masyarakat senantiasa menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan serta yang sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan, seperti Pertamax series dan Dex series," ujar Eko.

Kelangkaan Pertalite ini bertepatan dengan sisa kuota yang semakin menipis. Berdasarkan catatan Pertamina, total penyaluran pertalite tembus 16,8 juta kiloliter (kl) per Juli 2022 dari total kuota yang ditetapkan pemerintah sebanyak 23 juta kl sepanjang tahun ini. Ini berarti, sisa kuota pertalite hanya 6,2 juta sampai akhir tahun.

Jika dihitung manual dengan realisasi penyaluran pertalite yang sebanyak 16,8 juta sejak Januari-Juli 2022, bisa dibilang konsumsi jenis BBM itu sekitar 2,4 juta kl per bulan.

Dengan asumsi tersebut, stok pertalite yang dibutuhkan mencapai 12 juta kl pada Agustus sampai Desember 2022. Namun, sisa kuota hanya 6,2 juta kl saat ini.

Bila tak ingin ada kelangkaan di SPBU, Pertamina membutuhkan tambahan kuota Pertalite sebanyak 5,8 juta kl selama Agustus-Desember 2022.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa curiga Pertamina sengaja menghemat penyaluran Pertalite ke beberapa daerah karena kuota sudah menipis. Sebab, kuota Pertalite terancam habis maksimal pertengahan Oktober 2022.

"Yang bisa dilakukan Pertamina ya dikelola distribusinya berdasarkan kuota, diirit-irit. Kalau melebihi kuota siapa yang mau bayar? Kalau tidak ada yang mau bayar, Pertamina yang 'nombok', nanti rugi," papar Fabby.

Pertamina, ia menilai, tidak punya banyak pilihan. Perusahaan akan disalahkan jika menyalurkan Pertalite melebihi kuota yang telah ditetapkan pemerintah. "Kalau menyalurkan lebih (dari yang ditetapkan) nanti kena sanksi, terus ya itu siapa yang mau bayarin," katanya.

Fabby menilai seharusnya pemerintah bergerak cepat mengatasi hal ini dengan merilis revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

"Kuncinya di revisi perpres, lakukan pembatasan siapa yang bisa beli Pertalite untuk menyelamatkan sisa kuota," kata Fabby.

Ia mewanti-wanti agar pemerintah tak lembek dalam menentukan kriteria siapa saja yang berhak membeli Pertalite. Misalnya, semua mobil dilarang membeli Pertalite kecuali plat kuning. "Jadi yang boleh beli hanya angkutan umum sama motor saja. Mobil lain tidak perlu, orang beli mobil itu kan sudah harus tahu konsekuensinya. Jadi ya rasional saja," tutur Fabby.

Kalau mobil dengan kapasitas 1.200 cc masih boleh mengonsumsi Pertalite, Fabby menjamin penyaluran jenis BBM subsidi itu akan jebol 5-6 juta kl. Toh, kalau pembatasannya signifikan, ia memproyeksi penyaluran Pertalite hanya jebol 1-2 juta kl.

Selain pembatasan, Fabby mengatakan pemerintah bisa saja mengerek harga Pertalite mendekati Pertamax. Hal ini agar disparitas harga Pertalite dan Pertamax tak terlalu jauh seperti sekarang.

Disparitas harga yang terlalu jauh membuat warga yang biasa mengonsumsi Pertamax beralih ke Pertalite demi menekan pengeluaran. "Kalau tidak mau bikin mekanisme batasi, ya naikkan harga Pertalite, karena kalau kuota (Pertalite) jebol 5-6 juta kl, pemerintah harus tambah subsidi minimal Rp40 triliun untuk Pertalite doang," jelas Fabby.

Proyeksi tambahan subsidi itu dihitung jika harga keekonomian Pertalite sekitar Rp14 ribu-Rp15 ribu per liter. Saat ini, harga Pertalite sebesar Rp7.650 per liter.

Hemat atau Ancaman Inflasi 7 Persen


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :