Bhima menilai rencana kenaikan harga pertalite akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat serta meningkatkan jumlah orang miskin baru.
Menurutnya, ekonomi 40 persen kelompok rumah tangga terbawah dikhawatirkan akan semakin berat. Ditambah lagi adanya 64 juta UMKM yang bergantung pada BBM subsidi.
Ia mengatakan pemerintah juga harus memikirkan efek kenaikan harga terhadap UMKM karena BBM subsidi bukan hanya untuk kendaraan pribadi, tetapi juga dipakai untuk kendaraan operasional UMKM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, jika harga pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, maka diperkirakan inflasi tahun ini tembus 6 persen hingga 6,5 persen secara tahunan (year on year/yoy).
"Dikhawatirkan menjadi inflasi yang tertinggi sejak September 2015," ujarnya.
Sebab itu, selain melakukan memperketat penjualan pertalite, langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong pembangunan jaringan gas untuk menghentikan ketergantungan terhadap impor LPG 3 kg.
"Jaringan gas juga bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu," ujar Bhima.
Selain itu, Bhima juga mengusulkan pemerintah untuk menunda proyek infrastruktur dan mengalokasikan dananya untuk menambah alokasi subsidi energi.
Lalu, mengalihkan sebagian dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk subsidi energi. Selain itu, penghematan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah juga bisa dilakukan.
"Pemerintah juga dibekali dengan uu darurat keuangan dimana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR. Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik," ujar Bhima.
(fby/dzu)