PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) belum berencana mengerek tarif pengiriman untuk pelanggan setelah harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, solar subsidi, dan pertamax naik.
"Sampai saat ini kami belum ada rencana untuk menaikkan biaya pengiriman. BBM bukan merupakan komponen cost dominan dalam penentuan biaya kirim," ungkap VP of Marketing JNE Eri Palgunadi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/9/).
Meski begitu, Eri mengatakan kenaikan harga BBM tetap mempengaruhi beban biaya operasional perusahaan. Namun, ia tak merinci berapa persen biaya pembelian BBM terhadap beban operasional perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Manajemen, sambung Eri, masih berupaya menjaga tarif pengiriman agar tetap kompetitif usai pemerintah mengerek harga BBM subsidi.
"Dalam menjalankan proses pengiriman, JNE juga melakukan pengembangan dalam strategi distribusi yaitu mengoptimalkan penggunaan semua moda transportasi, baik udara, darat, dan laut, sehingga tetap mempertahankan kualitas pelayanan dengan biaya kirim yang kompetitif," ucap Eri.
Setali tiga uang, PT Global Jet Express (J&T Express) juga belum berencana mengerek tarif pengiriman usai harga BBM pertalite, solar subsidi, dan pertamax naik.
Humas J&T Express Diego Prayoga mengatakan manajemen masih mempertahankan tarif pengiriman karena ekonomi RI belum benar-benar pulih dari pandemi covid-19.
"Saat ini belum ada rencana kenaikan tarif pengiriman imbas dari kenaikan harga BBM tersebut mengingat kondisi pandemi, dan kami berupaya untuk bertahan serta tidak menaikkan ongkos logistik," kata Diego.
Untuk mengimbangi kenaikan harga BBM, J&T Express akan bekerja lebih efisien dan mengurangi biaya operasional yang tidak perlu. Selain itu, perusahaan juga akan menambah jumlah barang yang akan diangkut dalam satu kendaraan.
"Kami upayakan tetap bekerja secara efisien sambil mengurangi biaya operasional dengan meningkatkan tingkat pemuatan mobil, dan memastikan bahwa SLA (service level agreement) paket pelanggan tidak terpengaruh," ujar Diego.
Sebelumnya, pemerintah resmi menaikkan harga BBM jenis pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter. Begitu juga dengan solar subsidi yang naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.500 per liter.
Kemudian, pemerintah juga mengerek harga BBM non subsidi jenis pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.
Untuk meredam dampak kenaikan harga BBM, pemerintah memutuskan untuk menambah bantuan sosial (bansos) sebesar Rp24,17 triliun.
Bansos itu diberikan dalam tiga bentuk. Pertama, BLT sebesar Rp150 ribu kepada 20,65 juta KPM.
BLT itu akan diberikan selama empat bulan dengan total Rp600 ribu. Namun, pemerintah menyalurkan bantuan dalam dua tahap kepada KPM.
Masing-masing keluarga akan mendapatkan Rp300 ribu dalam tahap pertama. Lalu, mereka akan kembali mendapatkan Rp300 ribu dalam tahap kedua.
Negara menganggarkan dana sebesar Rp12,4 triliun untuk menambah bansos tersebut.
Kedua, BLT untuk pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta per bulan sebesar Rp600 ribu. BLT itu hanya diberikan satu kali kepada 16 juta pekerja.
Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp9,6 triliun untuk menyalurkan BLT tersebut.
Ketiga, pemerintah memberikan subsidi menggunakan 2 persen dari dana transfer umum, yaitu DAU dan DBH sebesar Rp2,17 triliun untuk transportasi umum, seperti ojek.
(mrh/aud)