Mencari Jurus Jitu Benahi 15 Tahun Kesalahan Subsidi BBM
Pemerintah tak pernah berubah dalam menentukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sejak 15 tahun lalu.
Alasannya selalu sama. Subsidi salah sasaran atau subsidi dinikmati oleh orang kaya.
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), 80 persen rumah tangga mampu menikmati subsidi pertalite dan 60 persen orang sangat kaya juga mengonsumsi pertalite.
Hal tersebut cukup menarik perhatian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Organisasi Islam terbesar di RI itu melihat kebijakan pemerintah tak berubah selama belasan tahun.
"Yang kami sesalkan selama 15 tahun terakhir ini, setiap pemerintah ingin menaikkan harga BBM selalu menggunakan narasi subsidi salah sasaran atau subsidi dinikmati orang kaya," ungkap Wasekjen PBNU Rahmat Hidayat Pulungan dalam keterangan resmi, Sabtu (3/9).
Menurut dia, sumber kekacauan subsidi BBM karena sistemnya yang dibuat terbuka. Jadi, semua orang tanpa kategori yang jelas bisa membeli BBM bersubsidi, termasuk pengusaha tambang, perikanan, hingga batu bara.
"Semestinya pemerintah menetapkan sistem subsidi tertutup. Mereka yang berhak mendapatkan BBM subsidi harus tercantum dalam big data kependudukan," ujar Rahmat.
Lihat Juga : |
Skema Subsidi BBM Tertutup
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov pun sependapat dengan PBNU. Satu-satunya solusi untuk mengatasi subsidi BBM bocor adalah mengubah skema dari terbuka menjadi tertutup.
Subsidi tertutup artinya pemerintah memberikan bansos berbentuk bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat yang masuk kelompok rentan miskin, miskin, pekerja dengan gaji yang tak jauh dari upah minimum.
"Jadi solusi satu yaitu mereformasi subsidi energi dari terbuka menjadi tertutup," ungkap Abra.
Pemerintah, kata Abra, bisa menghitung berapa rata-rata kebutuhan BBM setiap hari. Angka itu bisa dijadikan landasan dalam memberikan subsidi BBM.
Sebagai contoh, rata-rata masyarakat membutuhkan 1 liter bensin per hari atau 30 liter sebulan. Lalu, nilai subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk pertalite sekitar Rp7.000 per liter.
Rata-rata kebutuhan BBM 30 liter dikalikan dengan subsidi yang dikeluarkan pemerintah Rp7.000 per liter, hasilnya Rp210 ribu per bulan. Artinya, pemerintah bisa saja memberikan subsidi berbentuk BLT sebesar Rp210 ribu per bulan untuk masing-masing penerima.
"Tapi tergantung kebutuhan masyarakat. Kebutuhan kan sebenarnya beda-beda. Jadi dihitung dulu berapa sebenarnya rata-rata kebutuhan berapa, harus survei, hasilnya bisa dijadikan acuan bantuan khusus BBM," papar Abra.
Namun, Abra mengingatkan pemerintah harus hati-hati dalam menentukan target penerima subsidi BBM dengan skema tertutup. Selain itu, calon penerima juga jangan hanya dari kalangan miskin, tapi juga rentan miskin hingga pekerja informal yang gajinya tak jauh dari level UMR.
Bersambung ke halaman berikutnya...