Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencatat total piutang negara sebesar Rp170,23 triliun per September ini.
Dari jumlah tersebut, Rp110,45 triliun atau yang terbanyak adalah piutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke sejumlah obligor. Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara DJKN Encep Sudarwan mengatakan jumlah piutang tersebut berasal dari 45.524 berkas yang sudah terkumpul dan masuk ke pemerintah.
"Piutang dari 45 ribu berkas itu ada yang pribadi atau individu dan ada yang bentuk PT (perusahaan). Jadi, jumlah orangnya bisa lebih dari itu. Kalau dia perusahaan, dalam satu perusahaan bisa atas nama beberapa orang," ujar Encep dalam diskusi virtual, Jumat (16/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Jumlah piutang tersebut, kata Encep sudah dilakukan tindakan, terutama BLBI yang jumlahnya besar. Pemerintah sudah mulai menagih sejak awal tahun.
Namun, memang selama penagihan piutang ini pemerintah sering terkendala karena payung hukum sudah usang. Maklum, aturannya dibuat puluhan tahun lalu yakni Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitya (Ejaan Lama) Urusan Piutang Negara.
Oleh karenanya, dibuatlah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Agustus 2022.
Hadirnya PP ini, kata Encep akan makin memperkuat tugas dan kewenangan Satgas BLBI dalam melakukan penagihan yang selama ini sudah dijalankan.
"Dengan PP ini satgas bisa melakukan berbagai upaya pembatasan. Apalagi kalau mau sita harta kekayaan lain. Bagaimanapun legal formal ini penting," jelasnya.
Di dalam aturan tersebut, memang disebutkan bahwa pemerintah bisa memblokir dan menyita aset pemilik utang ke negara jika tak menunjukkan niat untuk membayar. Juga pemerintah, bisa menagih utang kepada istri/suami, anak hingga cucu, jika pemilik utang meninggal.
"Kami bisa melakukan penyitaan harta lain, ini dikuatkan dengan PP. Dengan PP ini ditegaskan kita bisa melakukan itu (penyitaan). Jadi ini memberikan penguatan," imbuhnya.
Namun, aturan tersebut dikatakan tidak hanya berlaku untuk kasus BLBI, tapi juga piutang negara lainnya.
"Ini (PP 28) bisa digunakan untuk semua urusan piutang yang diberikan ke PUPN. Ini bisa untuk memaksa, mencegah dan lelang," tegasnya.