Pemerintah Sri Lanka akan mempresentasikan rencananya untuk merestrukturisasi utang hingga masalah ekonominya pada Dana Moneter Internasional (IMF) Jumat (23/9) ini.
Mengutip CNA, Senin (19/9), ini adalah upaya Sri Lanka untuk menuntaskan masalah utangnya yang terjadi selama ini.
Kementerian Keuangan Sri Lanka mengatakan pemaparan itu akan dilakukan secara online dengan semua kreditur eksternal, dan menjadi sesi interaktif. Artinya, para peserta dapat mengajukan pertanyaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Lanka dilanda krisis dan kebangkrutan. Krisis yang menimpa negara itu merupakan imbas dari salah urus ekonomi selama bertahun-tahun dan pandemi covid-19. Krisis pun menyebabkannya gagal bayar atas utang negara.
Kesengsaraan Sri Lanka memuncak pada Juli 2022 ketika Presiden Gotabaya Rajapaksa meninggalkan negara itu dan mengundurkan diri setelah protes publik yang diwarnai kekerasan.
Setelah pengunduran diri itu, pengganti Rajapaksa, Ranil Wickremesinghe telah berhasil mencapai kesepakatan awal dengan IMF. Kesepakatan itu akan memberi Sri Lanka pinjaman sebesar US$2,9 miliar atau setara Rp43,44 triliun (asumsi kurs Rp14.980 per dolar AS) selama empat tahun.
"Pihak berwenang bermaksud untuk memperbarui kreditur eksternal mereka pada perkembangan ekonomi makro terbaru, tujuan utama dari paket reformasi yang disepakati dengan IMF. San langkah selanjutnya dari proses restrukturisasi utang," tulis sebuah pernyataan tertanggal 17 September 2022.
Dari pandangan masyarakat, penduduk miskin yang memaksa Rajapaksa melarikan diri masih dalam proses penerimaan Wickremesinghe.
Pasalnya, sosok presiden baru itu dilihat oleh banyak orang sebagai politikus yang tak berbeda dengan Rajapaksa karena menghadapi oposisi sengit.
Utang Sri Lanka begitu kompleks sehingga perkiraan total berkisar dari US$85 miliar hingga US$100 miliar lebih. Jika dirupiahkan jumlahnya mencapai Rp1.273 triliun hingga Rp1.499 triliun.