Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan persetujuan sementara atas pinjaman US$2,9 miliar atau setara Rp42,63 triliun (asumsi kurs Rp14.700 per dolar AS) kepada Sri Lanka.
"Kesepakatan tingkat staf hanyalah perjalanan awal dari jalan panjang bagi Sri Lanka," kata pejabat senior IMF Peter Breuer kepada wartawan dikutip dari Reuters, Kamis (1/9).
Mereka mengatakan keberhasilan Sri Lanka untuk mengatasi masalah ekonomi di negaranya dengan dana pinjaman ini, bergantung dari cara pemerintah baru mengelolanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pihak berwenang telah memulai proses reformasi dan harus dilanjutkan dengan tekad," imbuhnya.
Dalam pemberian pinjaman ini, IMF memberikan syarat kepada Sri Lanka, yaitu, harus mendapatkan jaminan pembiayaan dari negara kreditur atas utang-utang mereka sebelumnya.
"Pembebasan utang dari kreditur Sri Lanka dan pembiayaan tambahan dari mitra multilateral akan diperlukan untuk membantu memastikan keberlanjutan utang dan menutup kesenjangan pembiayaan," kata IMF mereka.
Pinjaman atau dana talangan yang diberikan IMF ini berlaku selama 48 bulan atau 4 tahun. Sehingga, dalam periode tersebut diharapkan Sri Lanka bisa meningkatkan pendapatan dengan memperluas basis pajak untuk mendukung konsolidasi fiskal.
Selain itu, Sri Lanka juga mereka harapkan segera memperbarui harga bahan bakar dan listrik, menaikkan belanja sosial (bansos) kepada rakyatnya, serta membangun kembali cadangan devisa yang habis.
"Program ini bertujuan untuk mencapai surplus APBN Sri Lanka sebesar 2,3 persen dari PDB pada tahun 2024," kata pernyataan tersebut.
Sebelumnya, Sri Lanka meminta dana darurat senilai US$3 miliar kepada IMF. Dana ini untuk mengatasi krisis ekonomi negara ini akibat kenaikan harga yang sangat tinggi selama berbulan-bulan.