Cerita Hidup Gelap Warga Desa di Maluku Saat RI Kelebihan Listrik

CNN Indonesia
Rabu, 21 Sep 2022 13:37 WIB
Warga Desa Huku Kecil dan Desa Abio, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku sampai dengan saat ini belum memperoleh aliran listrik dalam waktu 24 jam penuh. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).
Maluku, CNN Indonesia --

Warga Desa Huku Kecil dan Desa Abio, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku sampai dengan saat ini belum memperoleh aliran listrik dalam waktu 24 jam penuh. 

Masalah itu terjadi saat Dirut PLN Darmawan Prasodjo mengatakan akan ada kelebihan pasokan listrik 5 GW tahun ini.

"Masih hidup gelap gulita, selama Indonesia merdeka masih sengsara," kata warga Desa Huku Kecil Armis Lumamuly saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (21/9).

Ia bilang warga yang belum terlistriki dengan baik itu berada di Desa Huku Kecil dan Desa Abio. Dua desa pedalaman tersebut berpenduduk sekitar 1200.

Rinciannya, untuk Desa Huku Kecil berjumlah 400 penduduk dan Desa Abio berjumlah 800 penduduk.

"Di sini ada warga punya genset, kalau solar atau bensin habis, mereka tak bisa numpang isi baterai ponsel, apalagi BBM sudah naik, nambah sengsara, kalau menelepon turun ke kota kecamatan,"ujar perempuan 30 tahun itu.

Guru honorel yang sehari-hari mengajar bidang studi mata pelajaran IPS di salah satu Sekolah Dasar (SD) di pelosok pegunungan pulau Seram itu lantas menagih janji pemerintah yang akan membangun sejumlah pembangkit yang terangkum dalam Program Indonesia Terang dan sudah dicanangkan sejak 2016 lalu.

Menurutnya, program tersebut belum menyentuh warga di pedalaman Pulau Seram terkait penerangan. Padahal, sambungnya, dari informasi pemerintah sudah menargetkan akan menambah 2 juta sampai 2,5 juta sambungan baru demi meningkatkan rasio elektifikasi di Indonesia dari 84,4 persen ke angka 92 persen.

Namun, penduduk di pelosok pulau seram Maluku belum menikmati kesejahteraan yang merata di bidang kelistrikan seperti desa-desa lain di Indonesia.

Tak hanya itu, tenaga pengajar mata pelajaran prakarya juga mengeluhkan akses jalan, pendidikan hingga kesehatan yang tak punya.

Untuk sampai ke desa mereka, ia harus berjalan kaki dari pusat kota kecamatan menuju desa mereka sejauh 37 kilometer. Selama perjalanan mereka melewati pegunungan dan lembah hingga menyeberangi sungai menggunakan rakit.

"Biaya sewa rakit bervariasi tergantung air sungai, kalau air sungai tenang Rp10 ribu-Rp20 ribu per orang, tapi kalau air sungai deras dibayar Rp30 ribu-Rp50 ribu,"ucapnya.

Oversupply listrik memang tengah membayangi pemerintah. Awal tahun ini saja, PLN menyebut terdapat tambahan pasokan 6 gigawatt (GW) di Jawa. Padahal, tambahan permintaan hanya 800 megawatt (MW).

Artinya, ada kelebihan sebanyak 5 GW. Kelebihan daya ini diproyeksi bisa meningkat menjadi 7,4 GW pada 2023. Bahkan diperkirakan bisa tembus 41 GW di 2030, seiring dengan penerapan energi baru terbarukan (EBT).

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyebut setiap 1 GW, PLN harus menanggung beban sekitar Rp3 triliun per tahun karena dalam kontrak jual-beli listrik dengan produsen listrik swasta terdapat skema take or pay. Dengan kata lain, listrik yang dipakai atau tidak yang diproduksi IPP, PLN tetap harus membayar sesuai kontrak.

Karena itu Banggar menilai pemerintah perlu menaikkan daya listrik penerima subsidi agar meningkatkan serapan listrik PLN yang saat ini mengalami 'over supply'.

Meski demikian, kebijakan itu masih dalam tahap pengkajian, dan tidak akan diambil dalam waktu dekat. Menurut dia, ada beberapa tahapan persiapan yang akan dilakukan sebelum kebijakan yang jadi usulan Banggar DPR itu dilaksanakan.

"Secara bertahap terhadap keluarga kemiskinan parah dengan 450 VA, tentu tidak bisa kita lakukan dengan serta merta ke 900 VA,"kata Said di Jakarta, Rabu (14/9). 

(sai/agt)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK