IMF Prediksi Jumlah Gelandangan Dunia Meningkat Imbas Lonjakan Inflasi
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperkirakan jumlah orang yang hidup di jalanan alias gelandangan semakin meningkat.
Itu merupakan dampak mengerikan dari lonjakan inflasi yang terjadi di sejumlah negara belakangan ini. Karenanya, ia memperingatkan semua negara yang inflasinya melonjak untuk segera mengatasinya dengan mencari cara untuk melindungi masyarakatnya masing-masing, terutama yang paling rentan.
"Penting untuk berpikir bahwa dampak dari berbagai krisis ini sudah menguji kesabaran dan ketahanan orang-orang. Dan jika Anda tidak mengambil tindakan untuk mendukung yang paling rentan, akan ada konsekuensinya," katanya dikutip dari CNN.com, Kamis (22/9).
"Jika kita tidak menurunkan inflasi, ini akan merugikan yang paling rentan, karena ledakan harga pangan dan energi bagi mereka yang lebih mampu adalah ketidaknyamanan, (sedangkan) bagi orang miskin, tragedi. Akan ada 'orang-orang yang hidup' di jalanan dunia kalau langkah tak diambil," imbuh Georgieva.
Menurutnya lonjakan inflasi ini akan diikuti dengan kebijakan hawkish atau agresif bank sentral di seluruh dunia dengan menaikkan suku bunga.
Tidak ada pilihan lain yang bisa ditempuh untuk menekan inflasi yang tinggi. Karenanya, kebijakan fiskal harus menjadi penolong bagi masyarakat di tengah kondisi tersebut. Sebab, kenaikan suku bunga bank sentral akan membuat masyarakat rentan lebih tertekan.
"Kebijakan fiskal, itu akan menjadi musuh kebijakan moneter, karena Anda meningkatkan permintaan dan itu mendorong harga naik lagi, dan kemudian harus ada pengetatan lebih lanjut," kata dia.
Georgieva menyebutkan awal mula terjadi kenaikan harga pada saat varian omicron covid-19 menyerang dan tak lama muncul perang Rusia dan Ukraina. Kedua kondisi ini, membuat inflasi menjadi musuh terbesar bagi banyak negara.
Namun, masalah tersebut, kata bos IMF ini, tak akan berhenti di tahun ini. Pasalnya, pandemi dan perang Rusia-Ukraina belum ada tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat. Belum lagi risiko lainnya yang mungkin muncul secara tiba-tiba dan menimbulkan ketidakpastian baru.
"Tahun ini berat, tahun depan lebih berat. Mengapa? Karena kejutan demi kejutan demi kejutan. Hanya dalam waktu tiga tahun, pandemi (belum berakhir), perang Rusia mendorong harga energi dan pangan naik, dan kemudian akibatnya adalah krisis biaya hidup," katanya.