Perpres Pembatasan Pertalite Tak Kunjung Diteken Usai Sebulan BBM Naik

CNN Indonesia
Selasa, 04 Okt 2022 14:45 WIB
Perpres Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak tak kunjung diteken oleh Presiden Joko Widodo. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru).
Jakarta, CNN Indonesia --

Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak tak kunjung diteken oleh Presiden Joko Widodo hingga saat ini. Padahal pemerintah resmi menaikkan harga BBM jenis pertalite, solar, dan pertamax sejak bulan lalu.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan revisi perpres tersebut masih dibutuhkan untuk membedakan pengguna yang berhak menerima BBM subsidi. Sehingga, subsidi yang dialokasikan untuk masyarakat miskin bisa tepat sasaran.

"Masih (dibutuhkan), kan memang harus ada. Segera karena untuk membedakan (pengguna)," ujarnya di Hotel Borobudur, Selasa (4/10).

Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan revisi Perpres Nomor 191 tahun 2014 merupakan koordinasi lintas kementerian. Pemerintah disebutnya masih berdiskusi mengenai perpres tersebut.

"Kami mengusulkan untuk tepat sasaran itu harus, sekarang lagi dikaji, perlu digarap bersama antar kementerian," ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pihaknya belum bisa melakukan pembatasan pembelian pertalite lantaran Perpres Nomor 191 tahun 2014 belum disahkan hingga saat ini.

"Kami menunggu revisi perpres 191/2014. Sebagai dasar ketentuan," ujarnya.

Ia juga mengatakan pihaknya saat ini masih melakukan sosialisasi terkait penggunaan MyPertamina untuk program Subsidi Tepat.

Pemerintah telah didesak oleh berbagai pihak untuk mengesahkan Perpres Nomor 191 tahun 2014 untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi. Sehingga, subsidi yang dialokasikan untuk masyarakat miskin tidak dinikmati kalangan mampu.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, pihaknya mendukung revisi karena selama ini BBM bersubsidi masih belum tepat sasaran. Ia mengatakan sejak April 2022, DPR sudah meminta pemerintah untuk segera merevisi perpres tersebut dengan mendetilkan syarat terkait warga yang berhak membeli BBM bersubsidi.

"Artinya dirinci siapa-siapa saja kalangan masyarakat yang berhak menerima BBM bersubsidi, dan itu tidak rumit," kata Eddy dalam diskusi bertajuk "Pembatasan BBM Berkeadilan" di Jakarta, Senin (19/9).

Eddy mengaku tidak tahu persis alasan pemerintah tak kunjung selesai merevisi aturan BBM subsidi. Terlebih, hanya ada satu pasal yang perlu dipertegas mengenai kriteria pengguna BBM bersubsidi.

"Pada pasal 13 ayat 1 dan 2 disebutkan secara rinci siapa-siapa saja. Nanti di dalam lampiran disebut jenis kendaraan yang berhak. Misalkan untuk sepeda motor 250 cc ke atas tidak berhak, roda empat 1.500 cc ke atas tidak berhak," ujarnya.

Eddy mengaku mendapatkan informasi bahwa draf revisi perpres sudah di Kementerian Sekretariat Negara. Namun, dia menegaskan tidak mengetahui kenapa draf itu belum juga sampai ke meja Jokowi.

"Tanda tanya besar. Konon sudah siap, drafnya sudah ada di Sesneg, tapi mungkin masih tunggu dibawa ke presiden untuk ditandatangani dan disahkan. Kami tegaskan semakin lama menunda, semakin lama tidak memiliki payung hukum, semakin berat beban kita," kata Eddy.

Sementara Direktur BBM Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Patuan Alfon Simanjuntak mengatakan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 sudah diserahkan ke Kementerian BUMN sejak akhir Agustus 2022.

"Sudah rampung, sudah. Saat ini, final di Kementerian BUMN," ujar Alfon kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.



(fby/dzu)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK