Harga daging sapi juga sempat menanjak pada Juli dan Agustus lalu. Dari biasanya dibandrol Rp120 ribu per kg hingga Rp130 ribu per kg sempat tembus Rp170 ribu per kg.
Penyebabnya saat itu adalah kurangnya pasokan akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang sapi. Saat itu, PMK membuat banyak sapi meninggal di berbagai wilayah di Indonesia.
Saat ini, harga daging sapi memang sudah mulai turun, namun tetap masih mahal. Berdasarkan infopangan.jakarta.go.id, Rabu (5/10), harga daging sapi dibanderol Rp143.297 per kg sampai Rp148.555 per kg.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga gandum naik sejak Juli lalu akibat makin memanasnya perang Rusia-Ukraina, serta larangan ekspor yang diterapkan India saat itu.
Kenaikan harga gandum tersebut membuat sejumlah harga produk turunannya seperti mi instan ikut terkerek.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menyampaikan kenaikan harga gandum akibat invasi Rusia ke Ukraina akan berdampak pada harga pangan seperti roti dan mi di Indonesia. Sebab, Indonesia masih bergantung pada gandum dari dua negara tersebut.
"Ini hati-hati yang suka makan roti yang suka makan mi, harganya bisa naik. Karena apa? ada perang di Ukraina. Kenapa perang di Ukraina mempengaruhi harga gandum? Karena produksi gandum 34 persen berada di negara itu. Rusia, Ukraina, Belarusia semua ada di situ. Di Ukraina saja ada stok gandum," papar Jokowi.
PT Pertamina (Persero) juga menaikkan harga elpiji atau LPG nonsubsidi sebesar Rp2.000 per kg sejak Minggu (10/7) lalu.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menjelaskan pihaknya sengaja menaikkan harga elpiji nonsubsidi karena kenaikan harga gas semakin tinggi saat ini.
Ia mengatakan harga elpiji berdasarkan Contract Price Aramco (CPA) tembus US$725 per metrik ton pada Juni 2022. Angka itu naik 13 persen dibandingkan dengan harga rata-rata sepanjang 2021.
Dengan kenaikan ini, maka harga LPG nonsubsidi di Jabodetabek menjadi Rp100 ribu untuk Bright Gas 5,5 kg dan Rp213 ribu untuk Bright Gas 12 kg.