Ancaman Resesi Kian Nyata, Bagaimana Nasib Lapangan Kerja Indonesia?
Ketidakpastian masih menyelimuti ekonomi dunia. Sinyal resesi global pun ramai diperingatkan oleh sejumlah lembaga internasional.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 3,2 persen tahun ini atau turun nyaris separuh dari capaian tahun lalu sebesar 6,1 persen. Sementara, pada 2023, laju ekonomi diperkirakan hanya 2,9 persen.
Kondisi ekonomi global yang tak stabil menimbulkan kekhawatiran akan menurunnya lapangan pekerjaan. Sebab, biasanya, kondisi ekonomi yang rentan membuat pelaku usaha mau tak mau harus melakukan efisiensi demi keberlangsungan usahanya.
Jalan pintas yang biasa diambil untuk efisiensi adalah dengan memutus hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Tak ayal, gelombang PHK terus menghantam Indonesia sejak awal 2022. Merunut ke belakang beberapa perusahaan besar yang melakukan PHK tahun ini di antaranya TaniHub, perusahaan jasa kurir SiCepat, fintech LinkAja, perusahaan edtech Zenius, dan platform e-commerce JD.ID, dan lainnya.
Lantas bagaimana nasib lapangan pekerjaan di Indonesia di tengah ancaman resesi global?
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan ancaman resesi memang tidak hanya berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi, tetapi juga penurunan jumlah lapangan kerja. Namun saat ini hal itu disebut belum terjadi, khususnya di Amerika Serikat.
Di AS, pertumbuhan ekonomi memang mengalami kontraksi, tetapi jumlah lapangan kerja masih tinggi karena masih adanya efek dari stimulus yang diberikan pemerintah selama pandemi covid-19.
"Indonesia sekarang malah bisa jadi sebaliknya, sebetulnya dampak resesi global terhadap mungkin tidak terlalu banyak mengoreksi pertumbuhan ekonomi," kata Faisal kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/10).
Hal itu disebut karena Indonesia memiliki pasar domestik besar yang bisa menggerakkan ekonomi. Dampak resesi global terhadap ekonomi Indonesia tak sebesar yang dialami negara-negara lain yang lebih kecil.
Kendati demikian, Faisal mengatakan resesi global bisa berpengaruh terhadap terciptanya lapangan kerja. Hal ini karena perusahaan cenderung melakukan efisiensi imbas inflasi yang membuat biaya produksi menjadi lebih mahal.
Kondisi itu terjadi tak lepas dari sisi permintaan yang macet karena konsumen menahan belanja.
"Jadi banyak pelaku usaha yang akan melakukan upaya efisiensi, salah satunya dengan cara mengurangi jumlah pegawai," ujarnya.
Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan tekanan ekonomi saat resesi memang berkaitan erat dengan penurunan jumlah lapangan pekerjaan.
Belum lagi Indonesia sedang mengalami bonus demografi di mana angkatan kerja yang sebagian berasal dari lulusan perguruan tinggi bertambah 4 juta orang setiap tahunnya. Tak heran, orang semakin susah mencari pekerjaan.
Bersambung ke halaman berikutnya...