ANALISIS

Kenaikan UMP yang Tak Seberapa Ancam 'Dapur' Pekerja

CNN Indonesia
Selasa, 29 Nov 2022 07:00 WIB
Pengamat menilainya kenaikan UMP 2023 yang tak sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi bisa mengancam daya beli, terutama pekerja rentan.
Pengamat menilainya kenaikan UMP 2023 yang tak sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi bisa mengancam daya beli, terutama pekerja rentan. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah memutuskan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 maksimal 10 persen. Namun, pengamat menilai kebijakan ini akan mengancam pemulihan daya beli masyarakat, terutama pekerja rentan.

Kenaikan UMP 2023 maksimal 10 persen tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023.

Dalam beleid ini ada tiga poin utama yang ditetapkan, pertama kewajiban bagi pemerintah daerah menetapkan upah minimum 2023 berdasarkan aturan ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, rumus perhitungan upah minimum. Berdasarkan beleid ini, upah minimum 2023 harus dihitung dengan rumus yang sudah diatur pemerintah.

Rumus kenaikannya = Upah tahun sekarang + (Penyesuaian Nilai Upah Minimum (UM) x UM (tahun sekarang).

Penyesuaian upah minimum dihasilkan dari dari inflasi + (pertumbuhan ekonomi x indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang tertentu yaitu 0,1 sampai dengan 0,3).

Ketiga, provinsi yang telah memiliki upah minimum, penetapannya dilakukan dengan penyesuaian nilai upah minimum yang besaran kenaikannya tidak boleh melebihi 10 persen.

"Dalam hal hasil penghitungan penyesuaian nilai upah minimum melebihi 10 persen, gubernur menetapkan upah minimum dengan penyesuaian paling tinggi 10 persen," tulis Permenaker 18/2022.

Namun, jika pertumbuhan ekonomi bernilai negatif, kenaikan upah hanya mempertimbangkan variabel inflasi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan tersebut akan mengganggu proses pemulihan ekonomi dalam negeri.

Bagaimana tidak, kenaikan UMP 2023 tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, sehingga akan menurunkan daya beli masyarakat.

"Aturan kenaikan upah yang dilakukan pemerintah sangat kontra terhadap pemulihan daya beli masyarakat. Padahal upah minimum bisa menjadi stimulus sekaligus perlindungan sosial terhadap pekerja rentan," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com.

Menurut Bhima, skema ideal untuk perhitungan UMP menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, yakni menggunakan formula pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi. Dengan formula ini, maka kenaikan UMP 2023 harusnya sekitar 11,4 persen.

Lagi pula, kata Bhima, Permenaker 18/2022 yang merupakan turunan dari PP 36/2021 secara hukum tidak berlaku dan tidak bisa digunakan. Sebab, PP tersebut adalah bagian dari UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

"Harusnya memang pengaturan formulasi pengupahan direvisi saja, jangan menggunakan bagian dari UU Ciptaker," jelasnya.

Bhima menilai jika kenaikan UMP di atas 10 persen dinilai terlalu tinggi dan tidak disanggupi oleh pengusaha, maka pemerintah bisa membantu dengan memberikan stimulus BSU. 

Menurut Bhima, jika melihat kondisi upah saat ini terlalu rendah, bahkan di daerah dengan inflasi yang tinggi.

Ia mencontohkan penetapan UMP Yogyakarta di 2023 yang hanya naik 7,6 persen. Padahal inflasi per September 2022 di wilayah tersebut mencapai 6,81 persen dan pertumbuhan 5,82 persen di kuartal-III 2022.

"Idealnya Yogyakarta UMP naik 12,6 persen tahun depan. UMP yang kenaikannya tidak signifikan di atas inflasi mengancam daya beli pekerja rentan. Apalagi ancaman inflasi dan tekanan ekonomi bagi pekerja masih tinggi tahun depan," jelasnya.

Selain itu, kenaikan UMP di bawah 10 persen inilah yang dikhawatirkan justru bakal menjadi penyebab lebih banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pasalnya, jika daya beli pekerja turun, maka omset pelaku usaha juga akan ikut turun.

"Ini karena kecenderungan pekerja dengan UMP akan langsung belanjakan uangnya dibanding saving. Jadi dengan naikkan UMP alih-alih pengangguran naik seperti yang ditakutkan pelaku usaha dan pemerintah, justru menjadi stimulus. Kalau pendapatan masyarakat naik, uang yang akan dibelanjakan juga semakin besar, untung atau omset pengusaha akan naik juga," imbuhnya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

LIhat Sektor Usaha

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER