Partai buruh bersama organisasi serikat buruh menolak upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2023 yang hanya naik 5,6 persen. Mereka mengecam Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono karena hanya menetapkan UMP tahun depan sebesar Rp4,9 juta.
"Tidak punya hati pada buruh. Tidak punya rasa empati pada buruh. Kami mengecam keras kebijakan Pj Gubernur DKI," ujar Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dalam keterangan resmi, Rabu (30/11).
Dalam hal ini, Said menyebut ada beberapa alasan penolakan kenaikan UMP DKI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, kenaikan 5,6 persen atau Rp259.944 akan membuat buruh semakin miskin. Apalagi tidak ada kenaikan upah di masa pandemi covid-19, padahal harga bahan pokok dan bahan bakar minyak (BBM) naik. Kondisi itu disebut membuat daya beli buruh turun 30 persen.
Ia menyebut kenaikan UMP 2023 DKI sebesar 5,6 persen berada di bawah tingkat inflasi 2022.
"Kenaikan UMP tersebut menggunakan inflasi year to year, September 2021 - September 2022. Sehingga hal itu tidak bisa mendeteksi kenaikan harga BBM yang yang diputuskan Oktober (2022)," ujarnya.
Lihat Juga : |
Kedua, kenaikan UMP DKI lebih kecil dibandingkan dengan daerah sekitar. Misalnya Bogor di mana bupati wilayah tersebut merekomendasikan kenaikan upah sebesar 10 persen, serta daerah lainnya termasuk Subang, Majalengka, dan Cirebon.
Said menilai Heru Budi tidak berhasil meningkatkan daya beli kaum buruh dan masyarakat kecil. Namun justru berpihak pada kelas menengah atas dan pengusaha.
Menurutnya, kebijakan Heru Budi jauh lebih buruk dibandingkan dengan Gubernur DKI sebelumnya, Anies Baswedan terutama terkait upah minimum dan beberapa kebijakan bagi masyarakat kelas bawah.
Atas dasar itu, buruh akan melakukan aksi besar-besaran di berbagai daerah mulai 1-7 Desember 2022 mendatang.