Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan tak mempermasalahkan soal impor beras. Namun, pemerintah sedang berupaya agar menjaga harganya tetap terjangkau.
"Yang masalah kan bukan impor atau tidak, tapi kenapa harga ini kita sikapi secara bersama. Saya, mendag (menteri perdagangan), dan semua agar menyikapi, mungkin saja kan ini masalah perdagangan yang harus kita selesaikan," ujar Syahrul di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/12).
Kementerian Pertanian merinci data stok beras di penggilingan mencapai 610.632 ton yang tersebar di 24 provinsi. Harganya berkisar Rp9.359 hingga Rp11.700 per kilogram.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan kesepakatan negara, data negara itu ada di BPS dan 'standing crop' kita, data dari satelit juga aman, kemudian laporan dari gubernur dan bupati juga aman. Kalau ada dinamika harga seperti itu, penyikapannya harus bersama," ungkap Syahrul.
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso buka-bukaan soal stok beras yang kritis di penggilingan hingga masyarakat.
"Di masyarakat juga ada kan, nah yang di masyarakat itu ada yang memang tidak siap dijual. Yang siap dijual pasti yang ada di penggilingan dan pedagang. Beras di penggilingan dan pedagang ini memang tidak besar dan tidak semuanya berada di situ," katanya kepada CNNIndonesia.com di Kompleks Gedung DPR RI, Rabu (7/12).
Sutarto menjelaskan rinci stok beras di beberapa daerah penggilingan padi yang ada di Indonesia. Menurutnya, stok masih ada meski tidak cukup untuk cadangan nasional.
Ia mengaku sudah mendata melalui beberapa koneksi di Perpadi, tetapi tidak dilakukan pendataan ke 170 ribu penggilingan yang ada di Indonesia. Berdasarkan data Sutarto, penggilingan padi di Banyuwangi, Jombang, hingga Malang masih memiliki stok beras.
Menurut Sutarto, penggilingan padi yang memang masih eksis melakukan kegiatan bisnis, pasti akan terus membeli dan menyalurkan beras setiap harinya. Namun, hal itu dilakukan terbatas sesuai dengan kawasan pasarnya saja.
Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (KKPIBC) Zulkifli Rasyid memperkirakan stok beras di gudang Pasar Cipinang sekarang cuma 25 ribu ton.
"Perkiraan saya stok beras di Pasar Induk (Cipinang) saat ini lebih kurang 20 ribu atau 25 ribu ton. Lebih kurang (sisanya 25 ribu ton). Gak ada lagi (masuk beras daerah), walaupun ada biasanya kan masuk ratusan truk. Sekarang masuk 5-10 truk saja sudah boleh dikatakan tidak ada," kata Zulkifli dalam RDPU bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (7/12).
Suara penolakan terhadap kebijakan ini sempat diutarakan oleh pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim). Mereka berharap pemerintah pusat tidak lagi melakukan impor karena produksi beras tahun ini lebih dari kebutuhan penduduk hingga akhir tahun.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur (Jatim) Hadi Sulistyo mengungkapkan jika impor beras dilakukan maka harga beras produksi dalam negeri harganya otomatis akan merosot.
Ia memaparkan produksi padi Jatim pada periode Januari-Oktober 2022 diperkirakan mencapai 9,2 juta ton atau setara dengan 5,9 juta ton beras. Sementara kebutuhan konsumsi masyarakat Jatim pada periode Januari-Oktober 2022 hanya sebesar 2,8 juta ton.
Senada, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat Dadang Hidayat mengungkapkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi gabah kering giling mencapai 2,7 ton.
"Angka sementara BPS tahun 2022, produksi padi Jawa Barat September-Desember 2022 sebanyak 2,7 juta ton gabah kering giling (GKG) dan produksi ini setara dengan 1,56 juta ton beras," ungkapnya.
Data ini pun disandingkan dengan jumlah penduduk Jawa Barat 2020 sebanyak 49,93 juta orang dengan tingkat konsumsi beras menurut Dusenas DKPP Jawa Barat adalah 1,38 juta ton. Maka artinya, produksi beras di Jabar masih berlebih.
(rzr/mik)