Mesir Ketagihan 'Ngutang', Pinjam Lagi ke IMF Rp46,8 T

CNN Indonesia
Minggu, 18 Des 2022 14:45 WIB
Ekonomi Mesir 'sakit' dan harus kembali berutang ke Dana Moneter Internasional (IMF). Ilustrasi. (REUTERS/MOHAMED ABD EL GHANY).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonomi Mesir 'sakit' dan harus kembali berutang ke Dana Moneter Internasional (IMF). 

Lembaga keuangan internasional itu bakal menggelontorkan pinjaman US$3 miliar atau setara Rp46,8 triliun (asumsi kurs Rp15.615 per dolar AS) ke Mesir.

"Program untuk Mesir menghadirkan paket kebijakan komprehensif untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, memulihkan penyangga ekonomi, dan membuka jalan bagi pertumbuhan yang inklusif," kata pernyataan resmi IMF, Jumat (16/12).

Selama pinjaman berlangsung dalam nama Extended Fund Facility (EFF) diharapkan dapat mengkatalisasi pembiayaan tambahan sekitar US$14 miliar atau setara Rp218,6 triliun dari mitra internasional dan regional Mesir.

Inflasi Mesir berada di level tertinggi dalam lima tahun, membuat harga makanan dan barang-barang pokok lainnya tidak terjangkau oleh puluhan juta orang rentan di Mesir.

Negara Afrika Utara itu sekarang berutang lebih dari US$52 miliar kepada lembaga-lembaga multilateral, setidaknya 44,7 persen adalah utang kepada IMF.

Mengutip CNN Business, utang luar negeri Mesir meningkat lebih dari tiga kali lipat antara Juni 2013 hingga Maret 2022.

Kepala Divisi Afrika dan Timur Tengah German Institute for International and Security Affairs (SWP) Stephan Roll mengatakan jumlah tersebut meningkatkan rasio utang luar negeri Mesir terhadap PDB dari 15 persen menjadi lebih dari 35 persen.

"Tidak ada akhir yang terlihat," tegas Roll.

Menurut sejumlah analis, ketidakmampuan Mesir untuk mengubah cara kerja ekonominya, termasuk melonggarkan kontrol ketat militer, menjadi akar masalah kejatuhan ekonomi negara tersebut.

Hal tersebut pada akhirnya menghambat persaingan sektor swasta yang mendorong investasi.

Mesir tercatat kecanduan utang selama beberapa tahun. Pada 2016, Presiden Abdel Fattah al-Sisi membuat kesepakatan dengan IMF yang memberikan pinjaman US$12 miliar.

Di lain sisi, Mesir malah menghabiskan sebagian besar dana untuk megaproyek mewah yang dianggap tidak perlu oleh para pengamat.

Mesir disarankan lebih memperhatikan sektor-sektor lain yang sangat membutuhkan dukungan, termasuk pendidikan dan perawatan kesehatan.

Meski dikritik, Pemerintah Mesir telah berulang kali membela megaproyek tersebut. Mereka berdalih langkah itu diambil untuk meningkatkan infrastruktur, transportasi, dan telekomunikasi.

"Ini adalah proyek yang tidak dapat dikesampingkan, karena merupakan proyek yang dibutuhkan oleh warga Mesir," kata Perdana Menteri Mostafa Madbouly dalam konferensi pers Mei lalu.

Menurut data pemerintah, hampir 30 persen populasi Mesir berada di bawah garis kemiskinan. Sementara itu, Bank Dunia  memperkirakan bahwa sekitar 60 persen populasi Mesir miskin atau rentan pada 2019 lalu.



(skt/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK