PERISKOP 2023

Meneropong Harga Komoditas Penopang Ekspor dan Ekonomi RI

CNN Indonesia
Jumat, 13 Jan 2023 11:19 WIB
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia tembus 5,72 persen secara tahunan pada kuartal III 2022, ditopang oleh kinerja ekspor.
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia tembus 5,72 persen secara tahunan pada kuartal III 2022, ditopang oleh kinerja ekspor. (ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS).

Kendati demikian, ia mengatakan pemerintah tidak boleh hanya bergantung pada kedua komoditas itu. Ronny menyebut pemerintah dan dunia usaha perlu mengeksplorasi peluang komoditas baru, salah satunya komoditas pasir kuarsa, yang juga banyak di Indonesia.

Menurutnya, komoditas pasir kuarsa memiliki manfaat yang sangat dibutuhkan oleh dunia industri nasional dan internasional. Oleh karena itu, pasir kuarsa sudah mulai dicari oleh banyak pihak.

Ronny mengklaim sejumlah pengusaha asal China yang bergerak di bidang industri pengolahan bahan baku hasil pertambangan mineral bukan logam, sedang berburu pasir yang satu ini di beberapa daerah di Tanah Air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal itu sangat bisa dipahami karena pasir yang satu ini berguna sebagai bahan penolong untuk sektor industri mulai dari industri ban, karet, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain," ujarnya.

Tidak hanya itu, Ronny juga mengatakan pasir kuarsa bermanfaat untuk industri genteng, metal, dan logam.

"Dan yang tak kalah menarik, Indonesia memiliki cadangan pasir kuarsa yang cukup banyak yang berada di banyak lokasi, mulai dari Kalimantan, Sumatera, sampai pulau Bangka," imbuhnya.

Terkait konsumsi dalam negeri, Ronny mengatakan bukan soal berapa besar daya beli masyarakat Indonesia. Pasalnya, tidak semua komoditas ekspor memiliki pasarnya di dalam negeri. Jadi tidak semua komoditas ekspor yang kehilangan pasar global bisa dialihkan ke dalam negeri.

"Misalnya CPO, jika terlalu banyak supply dalam negeri, harga sawit akan rontok, petani sawit bisa merugi. Sementara, batu bara kebutuhan dalam negerinya terbatas, sehingga pasar global adalah pilihan paling masuk akal, berapapun harganya," ucap Ronny.



Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira memproyeksi tren tahun depan harga komoditas mulai alami penurunan karena ancaman resesi berdampak ke permintaan bahan baku, terutama dari negara industri. Harga komoditas juga mengalami supercycle atau rentang fluktuasi yang cepat.

Misalnya soal CPO, baru April-Mei lalu ada kelangkaan minyak goreng karena harga CPO meroket, kemudian di akhir tahun harga CPO alami koreksi minus 10,7 persen secara tahunan.

"Akibatnya pemerintah tidak bisa lagi mengandalkan komoditas tambang dan perkebunan, harus mencari alternatif barang ekspor yang bernilai tinggi," jelas Bhima.

Ia juga mengatakan porsi manufaktur yang bernilai tinggi terhadap total ekspor harus dinaikkan dari 8,4 persen menjadi 12 persen seperti 2010 lalu. Bhima menyebut porsi manufaktur terhadap total ekspor Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia, Vietnam, dan Thailand yang masing-masing sebesar 53,8 persen, 41,7 persen, dan 27,7 persen.

Lebih lanjut, Bhima mengatakan komoditas pun akan bergeser menjadi 'green commodity' atau komoditas yang berkaitan dengan upaya transisi energi seperti nikel dan karbon.

Indonesia sendiri punya potensi karbon yang cukup besar. Bahkan Bhiman mengklaim pasar karbon peluangnya mencapai Rp8.400 triliun lebih karena konservasi mangrove dan hutan yang skalanya raksasa.

Menurutnya, daya tawar Indonesia dalam green commodity penting bagi ekosistem mitigasi perubahan iklim di 2023. Adapun untuk green commodity bentuknya bukan pasar ekspor impor fisik, tapi melalui infrastruktur bursa karbon.

"Dalam UU PPSK (Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) kan sudah ada pasar karbon, tinggal dijalankan, lebih cepat dibentuk potensi untuk mendorong ekonomi makin besar," tandasnya.



(mrh/dzu)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER