Tarik Menarik Pemerintah vs DPR Soal Power Wheeling di RUU EBT
Skema pemanfaatan bersama jaringan listrik antara PT PLN (Persero) dan pembangkit swasta (power wheeling) dalam rancangan undang-undang energi baru terbarukan (RUU EBT) menjadi poin yang hingga kini masih diperdebatkan oleh pemerintah dan DPR.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan selama ini dalam daftar inventaris masalah (DIM) RUU EBT tidak pernah menyebutkan soal skema power wheeling.
"Kan sudah jelas posisi pemerintah, sudah jelas. Di (DIM) versi pemerintah sih gak ada (power wheeling)," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif kepada wartawan di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/1).
Skema power wheeling dianggap mampu memudahkan transfer energi listrik dari sumber EBT atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan melalui jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.
Kendati tidak memasukkan skema power wheeling di DIM RUU EBT, Arifin mengatakan PLN tetap berkewajiban menyediakan energi bersih.
Di lain sisi, ia menyinggung soal kemungkinan perubahan substansi di RUU EBT dalam pembahasan panitia kerja (panja) antara pemerintah dengan DPR.
"Tapi ada kewajiban (PLN) untuk menyediakan energi baru bersih ke dalam sistem, kewajiban itu harus dilaksanakan. Gak ada (urgensi power wheeling), sudah saya bilang. Nanti saja tunggu dalam panja," sambungnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman meminta ada pembahasan khusus mengenai skema power wheeling tersebut. Bahkan, Maman menantang seluruh pihak terkait untuk membahas dan melakukan uji publik.
Menurutnya, jika pengaturan power wheeling tidak ada di RUU EBT sama saja tidak ada kemajuan. Maman menilai keseriusan pemerintah dalam mendorong percepatan perkembangan EBT justru tidak berjalan jika meniadakan persolan power wheeling.
"Ini penting saya pikir untuk diperdalam juga Pak Menteri mengenai isu power wheeling dan layak uji publik. Jadi kalau ada yang mengatakan dalam power wheeling ada isu liberalisasi, patut kita uji. Saya justru menantang seluruh publik di Indonesia, seluruh akademisi, ahli-ahli, berdebat soal power wheeling," katanya dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM di Komisi VII DPR RI.
Di lain sisi, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara menegaskan bahwa skema power wheeling harus tetap dibuang dalam RUU EBT. Menurutnya, jika power wheeling diakomodir bakal merugikan negara.
Marwan meminta pemerintah dan DPR tidak ngotot memasukkan skema power wheeling di RUU EBT. Ia mengatakan skema itu sudah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi dari UU Ketenagalistrikan melalui Putusan No.001-021-022/2003.
"Itu perlu mengakomodasi penggunaan sarana milik PLN atau negara oleh IPP yang membangkitkan EBT, ini bisa merugikan PLN di satu sisi, tapi di sisi lain juga akan mengurangi kesempatan bagi PLN untuk survive," katanya kepada awak media di Kompleks DPR RI.
Senada, Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyambut baik keputusan pemerintah menghilangkan skema power wheeling di DIM RUU EBT. Menurutnya, skema ini akan menggerus pengeluaran negara.
Fahmy menjelaskan penerapan power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan non-organik hingga 50 persen. Selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, penurunan permintaan pelanggan PLN juga bakal menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik.
"Power wheeling merupakan liberalisasi kelistrikan yang melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bahwa: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara," tegas Fahmy dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, dengan skema power wheeling maka penetapan tarif listrik ditentukan oleh demand and supply. Ketika demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan.