Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan perusahaan asuransi selaku pelaku usaha sektor keuangan (PUSK) yang membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan keuangan akan dikenakan denda Rp10 miliar - Rp200 miliar.
Mereka mengatakan ancaman denda itu sesuai dengan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor (UU P2SK).
"Dalam hal terdapat pelanggaran terkait pelaporan keuangan, pengurus dan pegawai PUSK dapat dikenakan sanksi pidana dan denda secara berjenjang hingga maksimal Rp200 miliar. Jadi beda industri, beda sanksi dan konsekuensinya," ujar Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena dalam Pertemuan Tahun Industri Jasa Keuangan, Senin (6/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam paparan Sophia, komisaris, pengawas, direksi, pengurus, pengelola, pegawai perasuransian, perbankan, dan dana pensiun yang melakukan pemalsuan dalam laporan keuangan dikenakan sanksi pidana penjara 5 hingga 15 tahun dan denda Rp10 miliar hingga 200 miliar. Sementara bagi lembaga pembiayaan dikenakan pidana penjara 1 hingga 3 tahun dan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.
Kemudian pencatatan palsu dalam laporan keuangan lembaga keuangan mikro (LKM) dikenakan sanksi pidana penjara 1 hingga 3 tahun dan denda Rp1 miliar hingga Rp2 miliar.
Sophia juga menjelaskan bahwa PUSK yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan harus menyampaikan laporan keuangan yang wajib disusun berdasarkan standar laporan keuangan. Dalam rangka penyampaian laporan keuangan, pemerintah dapat membentuk atau menunjuk platform bersama pelaporan keuangan (financial reporting single window).
Namun, penyampaian laporan keuangan melalui financial reporting single window tidak menghilangkan kewenangan kementerian, lembaga, atau otoritas terkait untuk meminta laporan keuangan secara langsung kepada entitas pelapor.
"Jadi ini sebetulnya penguatan dari aturan sebelum nya di mana semua entitas diwajibkan untuk menyampaikan laporan ke Kemendag (Kementerian Perdagangan)," ujar Sophia.
Di sisi lain, PUSK wajib menerapkan tata kelola baik yang minimal mencakup keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab independensi, dan kewajaran demi menerapkan prinsip tata kelola yang baik pada sektor keuangan. PUSK juga harus mengikuti perkembangan dan dinamika industri dalam rangka penerapan tata kelola yang baik serta wajib menerapkan manajemen risiko yang efektif.