Perlu Peta Jelas Agar Larangan Ekspor 21 Komoditas Tak Jadi Bumerang
Pemerintah berencana melarang ekspor 21 komoditas produk sumber daya alam (SDA) Indonesia dalam bentuk mentah hingga 2040 mendatang.
Hal ini dilakukan atas nama hilirisasi guna memberikan nilai tambah pada sejumlah komoditas tersebut.
Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah sudah melarang ekspor nikel sejak 2020. Lalu tahun ini akan dilanjutkan dengan bauksit dan tembaga.
Lihat Juga : |
Setelah itu lanjut ke 21 komoditas.
"Selain bauksit, tembaga, timah kita juga sudah bangun peta jalan hilirisasi bagi Indonesia sampai 2040. Itu ada 21 komoditas," ujarnya dalam webinar Indef, Rabu (8/2).
Menurutnya, 21 komoditas tersebut terbagi dari delapan sektor prioritas antara lain mineral, batu bara, minyak, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan. Bahlil juga memperkirakan jumlah investasi untuk mengembangkan bahan mentah tersebut mencapai US$$545,3 miliar atau Rp8.179,5 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS).
Ia menilai larangan ekspor bahan mentah 21 komoditas itu adalah langkah dan strategi yang dilakukan pemerintah untuk menambah pundi-pundi ke perekonomian. Kepercayaan diri Bahlil itu berdasar hasil dari larangan ekspor nikel mentah pada 2020 lalu yang memberikan nilai tambah sangat besar.
Lihat saja, pada 2017 sebelum larangan, ekspor produk besi dan baja Indonesia hanya US$3,3 miliar. Lalu, setelah larangan berlaku, pada 2022 realisasi ekspor produk besi dan baja tercatat sebesar US$27,8 miliar.
"Jadi ini adalah jalan, strategi, yang harus Indonesia lakukan dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita, dorong jadi negara baik dan optimalisasikan sumber daya alam yang ada. Ini ada strategi negara," ucapnya.
Adapun 21 komoditas yang bakal dilarang ekspor itu adalah batu bara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas, perak aspal buton, minyak bumi, dan gas bumi.
Lalu, sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu log, genah pinus, udang, perikanan, rajungan, rumput laut, serta garam.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan dalam melaksanakan wacana ini, pemerintah tidak boleh serampangan. Yang terpenting dari rencana pemerintah dalam melarang ekspor 21 komoditas adalah roadmap atawa peta jalan yang jelas.
Dalam roadmap tersebut, harus ada tahapan dari setiap fase yang ingin dicapai pemerintah dalam kebijakan pelarangan ekspor komoditas mentah. Misalnya, kata Yusuf, dalam lima tahun ke depan pemerintah mempersiapkan pembangunan smelter, terutama untuk komoditas yang membutuhkannya untuk tuntutan hilirisasi.
Selain itu, dalam lima tahun ke depan lagi juga bisa ditetapkan bagaimana bentuk ataupun cara yang dilakukan pemerintah untuk menggaet investasi dalam rangka mendorong hilirisasi 21 komoditas ini.
Tak ketinggalan, perlu ada proyeksi kebutuhan dari 21 komunitas itu dalam jangka panjang. Artinya, proyeksi kebutuhan ini tentu akan bermanfaat terutama untuk memastikan supply yang akan diproduksi oleh 21 komoditas tersebut tidak berlebih di perjalanan sampai 2040 nanti.
"Karena kalau kita berbicara suplai yang berlebih ini kan akan mengerek harga komoditas tersebut ke level yang lebih rendah dan tentu posisi ini tidak menguntungkan terutama bagi pelaku usaha dan juga pemerintah," kata Yusuf kepada CNNIndonesia.com.
Ia juga menyebut proyeksi terkait kebutuhan dari 21 komoditas ini akan sangat penting terutama untuk mempersiapkan berapa lama waktu transisi yang dibutuhkan.
Dengan kata lain, jika dalam lima tahun ke depan ada komoditas tertentu yang relatif belum siap untuk dilarang ekspornya, maka masih harus diberikan waktu lagi.
"Dan ketika kita berbicara waktu sekali lagi ini akan kembali lagi ke masing-masing dari komoditas tersebut," kata Yusuf.