Panangian mengatakan di tengah kekosongan hukum perlindungan konsumen, justeru banyak orang nekat saat membeli properti yang pembangunannya belum mulai. Ia menyarankan konsumen agak tidak berspekulasi.
"Kalau beli barang yang belum jadi, itu namanya spekulasi, bukan investasi. Karena setengah bisa sesuai jadwal, setengah lagi nggak. Setengah bisa naik harganya, setengah bisa nggak. 50:50 persen semua, tetapi Indonesia banyak orang nekat beli saja," ungkapnya.
Ia menyayangkan tingginya permintaan properti dan minat investasi tidak diimbangi dengan lingkungan yang bagus untuk melindungi kepentingan investor maupun konsumen. Maka, ia meminta pemerintah membuat aturan yang mengikat dan berani menindak pengembang-pengembang nakal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Valencia Fabian menyarankan konsumen berdiskusi pihak profesional untuk mendapat bahan pertimbangan sebelum membeli properti. Pasalnya, analisis masa depan menjadi salah satu kunci penting dalam menentukan apakah harus membeli apartemen atau tidak.
"Properti termasuk aset riil yang sifatnya tidak likuid, perhatikan berapa persen alokasi aset yang akan ada di properti tersebut. Perhatikan apakah Anda punya cukup dana darurat dan aset investasi lainnya untuk bisa memenuhi tujuan keuangan lainnya," jelasnya.
Maryadi juga menyarankan konsumen melakukan financial check up sebelum memutuskan sebuah rencana keuangan jangka panjang, seperti membeli rumah atau apartemen. Jika tujuannya investasi, konsumen harus memastikan properti tersebut akan punya nilai jual bagus di masa depan.
Selain itu, perhitungkan tingkat risikonya, apakah siap untuk terima dengan kemungkinan terburuk seperti proyek gagal atau tidak.
Imelda mengimbau calon pembeli membaca baik-baik klausul perjanjian yang disampaikan oleh penjual. Klausul perjanjian menjadi sangat penting untuk pembelian apartemen yang masih dalam taraf pembangunan.
"Perhatikan baik-baik jaminan apa yang bisa dipegang oleh pembeli seandainya pengembang wanprestasi. Semua hal ini harus tertulis jelas. Jangan seperti membeli kucing dalam karung, hanya karena tergiur iklan pengembang sudah sangat populer atau hanya karena saran influencer," ujarnya.
Ahli properti Steve Sudijanto mengatakan calon membeli juga harus melakukan market review. Konsumen bisa cek kepada pihak bank, apakah bisa mengajukan kredit atau pinjaman atas properti tersebut.
"Biasanya pihak bank mempunyai analisis pasar dan risiko yang cukup jeli. Kalau dijual atau disewakan, apakah properti tersebut masih diminati," tuturnya.
Imelda sepakat kredit melalui bank akan lebih aman ketimbang beli mencicil kepada pengembang langsung. Pasalnya, bank punya standar legalitas untuk melindungi kepentingannya.
Maryadi mengingatkan cicilan kepada bank pun harus diperhitungkan matang. Jangan sampai besaran cicilan malah memberatkan konsumen di masa mendatang.
Poin ini adalah cara paling aman dan direkomendasikan untuk calon pembeli apartemen agar terhindar dari kasus penipuan.
"Setelah penyerahan kunci ke orang-orang, sudah banyak yang menerima unit, baru beli. Kan pasti selalu ada unitnya, belum tentu terjual semua," ujar Panangian.
Saran serupa dilontarkan Imelda. Lebih aman membeli properti yang sudah jadi 100 persen daripada yang masih dalam tahap pembangunan.
"Harganya pasti lebih mahal, tapi lebih aman. Lalu langsung mintakan sertifikat hak milik atau hak guna bangunan atas satuan rumah susun (SHMSRS/HGB milik). Kalau apartemen dibangun di atas tanah negara, maka sertifikatnya Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG)," tutur Imelda.
Steve Sudijanto mengingatkan konsumen tak buru-buru beli sebelum jika perizinannya belum lengkap, misalnya belum ada izin mendirikan bangunan (IMB).
(skt/pta)