Jakarta, CNN Indonesia --
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menjadi sorotan imbas penganiayaan dan pamer harta yang dilakukan oleh keluarga Rafael Alun Trisambodo.
Kasus ini tak hanya berdampak bagi keluarga Rafael saja, tetapi menimbulkan stigma negatif bagi seluruh jajaran pegawai pajak. Apalagi, kasus ini menguak besaran harta dan kekayaan para pejabat pemungut penerimaan negara tersebut yang berjumlah miliaran.
Berdasarkan LHKPN Kementerian Keuangan, harta Rafael tembus Rp56,1 miliar per akhir 2021. Padahal ia hanya tercatat sebagai eselon III di DJP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, harta Rafael ini jauh lebih besar dari Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo yang tercatat Rp14,4 miliar. Padahal ia adalah eselon I atau pimpinan tertinggi yang tentu memiliki penghasilan/tunjangan kinerja yang lebih besar.
Harta Rafael bahkan lebih besar dari pejabat eselon II DJP seperti Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama yang hanya Rp9,1 miliar, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ihsan Priyawibawa sebesar Rp4,98 miliar, hingga Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor sebesar Rp12,5 miliar.
Meski tak setinggi Rafael, harta para pejabat DJP ternyata tembus miliaran. Hal ini membuat banyak masyarakat geram, karena merasa uang pajak yang selama ini dibayar justru untuk membiayai kehidupan mewah para PNS tersebut.
Akibatnya, Sri Mulyani meminta para pejabat di lingkungan DJP, terutama Suryo Utomo untuk menjelaskan kepada publik mengenai jumlah harta dan kekayaan yang dimiliki, serta dari mana sumbernya seperti yang dilaporkan pada LHKPN.
Lalu, wajarkah harta pejabat DJP tembus miliaran rupiah?
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan jika hanya berdasarkan gaji plus tunjangan saja hal tersebut tidak wajar.
Meskipun tunjangan kinerja (tukin) DJP terbesar diantara Kementerian/Lembaga di Tanah Air, tetap saja ada keraguan bisa mencapai miliaran.
Untuk posisi dirjen saja kenaikan harta lebih dari Rp2 miliar per tahun juga terasa aneh, apalagi hanya eselon II atau III.
"Kalau sekedar gaji plus tunjangan dengan posisi yang ada harusnya aneh ya bisa sampai puluhan miliar. Walaupun punya warisan apa sebanyak itu?," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com.
Meskipun jumlah harta mengalami kenaikan, seperti aset tanah, tapi tidak terlalu besar untuk per tahun. Sedangkan, aset kendaraan, seperti mobil dan motor justru mengalami depresiasi atau penurunan harga.
"Artinya, ada sumber sumber harta yang masih misterius. Itu yang dilaporkan di LHKPN juga perlu dicek dengan transaksi riil," jelasnya.
Dalam hal ini, Bhima menilai momentum ini saat yang tepat bagi pemerintah untuk membentuk task force yang terdiri dari inspektorat tiap kementerian, KPK, BPK serta PPATK untuk mengusut tuntas aliran dana tak wajar di seluruh KL termasuk ke pejabat.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Jangan sampai ada masalah serupa yang lebih besar lagi baru dilakukan koordinasi antar lembaga. Karenanya, satgas khusus sebaiknya dibentuk dari saat ini untuk mengawasi dan mitigasi penyalahgunaan wewenang.
"Keraguan masyarakat ini harus dijawab sehingga muncul trust kepada instansi pajak. Momentumnya kan krusial ya pemerintah sedang menaikan tax ratio, plus sedang perluasan basis pajak," jelasnya.
Selain itu, ia melihat besaran tunjangan kinerja yang diberikan kepada pegawai DJP perlu direvisi. Apalagi aturan tersebut sudah berumur cukup lama sejak 2015.
"Perlu dilakukan reformasi termasuk soal tunjangan kinerja Dirjen Pajak pun perlu dievaluasi," imbuhnya.
Momen Tingkatkan Pengawasan Internal
Sementara, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai bisa saja harta seorang pejabat pajak mencapai miliaran.
Tentu bukan hanya berasal dari tunjangan yang besar, tetapi mungkin karena hartanya diinvestasikan dan memiliki usaha cukup sukses.
Namun, memang perlu untuk memastikan kejelasan sumber harta dan kekayaan yang dilaporkan pejabat DJP di LHKPN. Sebab, jika hanya berasal dari gaji hal tersebut tidak memungkinkan.
"Harta bisa sampai miliaran, saya pikir ini juga perlu ditelusuri lebih jauh pertama bagaimana bentuk hartanya, karena harta ini tentu punya nilai, dan nilai ini bisa saja berubah setiap tahunnya tergantung dari beragam faktor," jelasnya.
Misalnya, jika hartanya lebih banyak berupa tanah, maka wajar dalam 10 tahun jumlah hartanya meningkat. Sebab, kecenderungan nilai tanah mengalami peningkatan setiap tahun, apalagi yang berada di lokasi strategis.
Kemudian, jika memiliki harta yang diinvestasikan di Surat Berharga Negara (SBN) ataupun pasar saham, ini pun sangat wajar jika bertambah cukup besar karena imbal hasil yang diterima. Apalagi jika dalam jangka panjang yang tentu akan memberikan return signifikan.
"Kalau ditempatkannya di 10 tahun yang lalu dan jika diukur dengan kondisi saat ini, bisa saja imbal hasil yang diberikan sudah meningkat beberapa kali lipat. Ini juga belum menyinggung masalah apakah kemudian pejabat tersebut bekerja di satu instansi saja atau ternyata dia punya usaha sampingan lain, yang akhirnya menambah pundi-pundi pendapatan mereka," kata Rendy.
Menurutnya, jika ingin melihat wajar atau tidaknya harta pejabat pajak capai miliaran rupiah, maka perlu kembali melihat bentuk dan sumber kekayaan tersebut secara rinci.
Senada dengan Bhima, momen ini lah yang tepat bagi Kementerian Keuangan kembali meningkatkan proses pengawasan internalnya.
"Jadi menurut saya memang ada ruang ataupun hal yang bisa menjelaskan kenapa kemudian peningkatan pendapatan pegawai DJP itu relatif cukup tinggi setiap tahunnya," pungkasnya.
Adapun, sorotan yang ditujukan kepada Kemenkeu merupakan imbas dari kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio terhadap anak pejabat GP Ansor, David, di Jakarta Selatan.
Tindakan ini mengakibatkan korban sampai masuk ICU. Kisah ini pun viral di media sosial.
[Gambas:Photo CNN]
Penganiayaan ini bermula saat mantan pacar David berinisial A, mengadu ke Mario jika dirinya mendapat perlakuan kurang baik. Mendengar hal itu, Mario pun langsung mendatangi David yang saat itu sedang berada di rumah temannya, R.
Kemudian, terjadi perdebatan yang berujung pada penganiayaan terhadap David. Penganiayaan berbuntut panjang.
Pasalnya, selain penganiayaan, gaya hidup mewah Mario yang merupakan anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo juga disorot. Maklum, Mario kerap memamerkan gaya hidup mewahnya.
Termasuk saat menganiaya David. Saat penganiayaan terjadi, Mario diketahui mengendarai Rubicon. Karena gaya hidup mewah, harta ayah Mario yang berdasarkan data LHKPN tembus Rp56 miliar pun jadi sorotan.
Akibat masalah ini, Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatannya dan memerintahkan Inspektur Jenderal Kemenkeu untuk melakukan penyelidikan, terutama terkait harta yang bersangkutan yang berjumlah fantastis. Selain itu, Sri Mulyani juga mengecam gaya pamer kemewahan di lingkungan Kemenkeu.
[Gambas:Video CNN]