Baju Bekas Impor, Antara Sahabat Kantong Wanda Vs Amarah Jokowi

CNN Indonesia
Jumat, 17 Mar 2023 09:42 WIB
Pakaian impor bekas sampai saat ini masih banyak dijual dan diminati masyarakat. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

"Dipilih-dipilih, 3 biji Rp50 ribu."

"Serba Rp20 ribu."

"Mulai dari Rp5.000."

Begitulah sahut-sahutan suara yang langsung terdengar saat menginjakkan kaki di Lantai 2 Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat, Kamis (16/3). Para penjual berlomba menarik hati calon pembeli yang sedang melihat-lihat dan bahkan berburu pakaian bekas impor.

Salah satu suara terdengar dari Ahmad Dahlan. Pedagang pakaian bekas berusia 49 tahun itu tiada lelah berteriak untuk memancing pembeli datang ke lapaknya.

Ia khusus menjajakan jaket bekas impor asal Korea dan Jepang. Ia bercerita mengeluarkan modal Rp6 juta untuk membeli satu bal berisi 250 jaket tipis dari sebuah agen di Pasar Senen.

Ia jual dengan harga yang bervariasi bergantung kualitas dan kondisi jaket. Yang pasti, dari modal itu, ia mengklaim berhasil mendapatkan penghasilan Rp1,5 juta per hari dengan keuntungan di kisaran Rp300 ribu-Rp400 ribu per hari.

Penghasilan tersebut ia rasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 

Segendang sepenarian dengan Ahmad Dahlan, teriakan nyaring menjajakan pakaian bekas juga terdengar dari mulut Marpus. Ia berteriak menjajakan atasan, blazer wanita, bra, celana dalam bekas impor asal Korea dan Jepang. Ia bercerita sudah menggeluti pekerjaan itu sejak 1995 lalu.

Berjualan pakaian bekas impor ia pilih karena memang banyak penggemar dan peminatnya. Ia bilang untuk memenuhi minat itu, ia biasa belanja baju bekas impor dalam satuan per bal dengan berat 100 kilogram.

Modal yang ia keluarkan untuk membeli pakaian bekas itu bervariasi. Untuk modal atasan bekas impor berisi 400 lembar, modal yang ia keluarkan Rp5 juta per bal. 

Sementara untuk pakaian dalam bra dan celana dalam, modal yang harus ia keluarkan Rp17 juta dan Rp11 juta dengan jumlah yang lebih banyak dari atasan.

Ia mengatakan pembelian barang dengan sistem per bal sebenarnya membawa risiko; tidak semua barang dalam keadaan baik dan layak dijual. Risiko  itu mau tak mau diambilnya dan semua pedagang pakaian bekas impor.

Ia menolak memberi tahu berapa keuntungan yang didapat dari penjualan pakaian bekas impor tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa pakaian bekas yang ia jual dibanderol dengan harga Rp20 ribu untuk atasan dan Rp50 ribu untuk blazer.

"Yang penting cukup untuk makan lah," katanya.

Hal senada juga disampaikan pedagang lain, Dica. Pria yang masih berusia 18 tahun ini spesialis pedagang celana impor bekas. Pelbagai jenis bahan, ukuran, dan model celana ia gantung rapi sesuai kategori agar memudahkan pembeli memilih.

Dica mengatakan barang yang dia jual berasal dari Korea dan Jepang. Harga modal yang mesti dikeluarkan untuk celana bahan Rp5 juta dengan isi 150-200 buah.

Celana bahan dan jeans ia jual dengan harga Rp35 ribu. Lalu, celana corduroy ia jual dengan harga di atas Rp100 ribu.

Kehadiran penjual pakaian impor bekas itu pun cukup diminati oleh Wanda.

Baginya, thrift atau pakaian bekas impor merupakan opsi terbaik dalam memenuhi kebutuhan sandang. Pasalnya, meski bekas, tapi secara kualitas tak kalah dan bahkan kalau teliti mencari, kualitasnya lebih bagus dari barang baru. 

Tak hanya itu, untuk urusan harga, pakaian impor bekas cukup bersahabat di kantong. Kisaran harga produk yang kerap dibeli Wanda berkisar pada Rp50 ribu per 3 buah dan Rp100 ribu per 3 buah. Untuk produk jaket, Wanda biasa membeli dengan harga Rp50 ribu ke atas.

Karena kondisi itulah, ia menjadi salah satu pemburu pakaian impor bekas sejak 2020. Ia biasa membeli langsung di Pasar Senen Blok III.

Intensitas pembeliannya pun termasuk cukup sering.

"Saya suka beli baju thrift dibanding beli baju baru karena harganya yang murah tapi bisa dapat banyak dan tetap bagus kualitasnya. Terus juga kalau beli thrift kan mengurangi limbah fashion. Jadi itu kenapa saya suka thrift," terang Wanda.

Kegemaran sama juga dimiliki Asep Rosidin (30), karyawan swasta. Ia sudah berbelanja produk pakaian impor bekas sejak 2005-2006.

Kala itu, dia masih duduk di bangku SMA. Aros biasa membeli pakaian impor bekas secara langsung di Pasar Senen atau di salah satu toko di kawasan Condet, Jakarta Timur.

Aros menilai lebih baik membeli pakaian impor bekas tapi original ketimbang pakaian baru tapi tiruan.

Musuh UKM RI


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :